Bersepeda ala Komunitas Sepeda di Jogja
At tachriirotul M
Pemanasan global kian merajalela. Kini, saatnya masyarakat berbenah. Mulailah dengan memasyarakatkan sepeda bersama komunitas sepeda di Jogja.
Lewat pukul sepuluh malam, Jogja nol kilometer menjadi persinggahan beberapa komunitas di Jogja. Malam itu, Sabtu (8/01), di sudut timur Monumen Serangan Umum Satu Maret tampak keramaian aktivitas muda-mudi kota. Biasanya, kawasan itu menjadi tempat berkumpulnya penggemar sepeda onthel. Namun, sayangnya malam itu mereka absen karena hujan. Di sudut barat, kemegahan kantor agung kepresidenan menjadi kian elok dengan sekumpulan orang yang tengah asyik memainkan trik dan gaya bebas (free style) dengan sepedanya. Kala KAGAMA menyapa, mereka mengenalkan dirinya sebagai bagian dari komunitas sepeda fixie.
Surya, salah satu anggota komunitas tersebut mengaku tertarik dengan sepeda fixie. Awalnya, mahasiswa Universitas Atmajaya itu melihat fixie dari Youtube, ia merasa heran melihat sepeda jenis fixie dibuat trik dan dapat memainkan gaya bebas di Amerika. Biasanya, fixie dibuat secara rakitan dengan dasar sepeda balap. Kemudian dibongkar pasang sedemikian rupa, sehingga jadilah bentuk fixie.
Dulu, di Amerika, fixie dikenal sebagai messenger bike. Sepeda jenis ini digunakan oleh para pengantar pos atau loper koran dan majalah. Para kurir seringkali mengalami permasalahan waktu tempuh dalam mengantarkan barang karena kondisi kota yang padat. Untuk itu, mereka memilih sepeda sebagai alternatifnya. “Sepeda fixie memiliki kecepatan tinggi, sehingga keterlambatan waktu saat mengirim barang dapat berkurang. Untuk itu, barang lebih cepat sampai tujuan,” imbuh Tantra, mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional (UPN) yang menyukai sepeda fixie.
Keunikan sepeda fixie adalah bentuknya yang sederhana, menggunakan roda gigi mati (tidal free wheel), tanpa roda gigi yang bisa disetel (gear shift), bahkan tanpa pegangan rem (handle brake). Sepeda fixie dengan roda gigi yang tetap akan membuat ayunan pedal terus berputar seiring dengan perputaran roda belakang. Sehingga, untuk melakukan pengereman, pengendara harus mengurangi putaran pedal dengan cara gaya melawan arah putaran pedal atau biasa disebut sistem door trape.
Sebagai wadah berkumpulnya penggemar sepeda fixie, terbentuklah sebuah komunitas terbesar di Jogja, yaitu Cyclebandidos. Mulanya, sebagian besar anggota Cyclebandidos adalah street art artist atau pegiat graffiti. Bermula dari rutinitas menggambar graffiti hampir setiap malam, mereka mempertimbangkan efektivitas motor baik dari segi bahan bakar bensin, serta keamanan saat ditinggal menggambar. Hal itulah yang menginspirasi Cyclebandidos untuk mencari jenis transportasi lain dalam memfasilitasi kegiatannya. Melihat di beberapa negara Amerika dan Eropa, para seniman juga banyak menggunakan transportasi sepeda jenis fixed gear, maka muncullah ide untuk menggunakan sepeda serupa. Secara resmi, Cyclebandidos didirikan pada September 2009 dengan jumlah angggota awal enam orang dan semuanya adalah pegiat graffiti. Hingga kini, komunitas ini berkembang dengan jumlah anggota lebih dari seratus orang.
Herbudi Ipras Prasetya, salah satu anggota Cyclebandidos menceritakan kegiatan pasca terbentuknya Cyclebandidos. Saat itu, mereka mulai mengampanyekan fixed gear melalui poster, graffiti dan acara-acara bersepeda di Jogja. “Hingga sekarang masih terlihat di beberapa sudut kota dengan tulisan Cyclebandidos Street Art Bike,” terangnya.
Sebagai wujud untuk terus menyosialisasikan sepeda, setiap Jumat malam, komunitas ini seringkali bersepeda mengelilingi Jogja. Diawali dengan berkumpul di lorong progo lama (di depan gerbang TBY), mengobrol, nongkrong dan sebagainya. Setelah semua berkumpul, mereka bersepeda di malam hari dan berkeliling Jogja. Kadang, mereka pun mengadakan lomba trik dan teknik lain di area progo tersebut. Beberapa kali, Cyclebandidos mengadakan kegiatan bersepeda dengan mengundang teman-teman komunitas sepeda lain di luar fixie. Bahkan, beberapa waktu lalu, mereka mengadakan acara The Parade Cyclebandidos Fixed Gear Competition bertepatan dengan adanya Kick Parade 2010 di Joga Expo Center (JEC).
Kegiatan komunitas sepeda di Jogja tak hanya berlangsung di malam hari, komunitas sepeda pun menghiasi keramaian kota di pagi hari. Seperti pagi itu, Minggu (9/01), terlihat beberapa sepeda berjejeran di sekitar Boulevard UGM. Setelah didekati, tampak sepeda jenis folding bike atau biasa disebut sepeda lipat (seli). Beberapa orang di sekitarnya sedang asik berbincang. Mereka adalah anggota Jogja Folding Bike Community (JFB). Komunitas seli terbesar di Jogja ini sedang menunggu anggota lainnya untuk bersepeda. Biasanya, mereka bersepeda bersama keliling kota Jogja setiap minggu pagi. Rutinitasnya itu dimulai dari Boulevard UGM sebagai titik nol, kemudian bersepeda di dalam kota. “Setelah capek keliling kota, kita sering berhenti di tempat kuliner,” celetuk Haryanto, ketua pengurus JFB periode ini.
JFB dicetuskan oleh enam orang penggemar sepeda lipat. Komunitas tersebut secara resmi dideklarasikan di boulevard UGM pada 25 Januari dua tahun silam. Selang beberapa lama, jumlah anggota JFB hampir seratus orang. Haryanto menyatakan, terbentuknya komunitas JFB ini dimaksudkan untuk mewadahi komunikasi antar penggemar sepeda lipat di Jogja.
“Bisa dilipat dan praktis” itulah dua kata yang dapat menggambarkan sepeda lipat. Keunikan inilah yang menjadi daya tariknya. Sehingga, banyak orang memilih menggunakan sepeda lipat. Dulu, di Amerika, pada Perang Dunia, sepeda lipat seringkali digunakan oleh tentara Amerika sebagai alat transportasi. Kini, sepeda tersebut digunakan sebagai alternatif alat transportasi yang bersahabat dengan lingkungan.
Selain bersepeda rutin di Minggu pagi, kadangkala di hari Sabtu, komunitas yang baru saja merayakan hari jadi yang ketiga ini bersepeda berat dengan rute yang lebih jauh seperti Prambanan, Pakem, dan sebagainya. JFB pun beberapa kali mengadakan kerjasama dengan komunitas sepeda lainnya. Pada saat pergantian tahun 2011 lalu, JFB turut serta mendukung acara walikota di Monumen Serangan Umum Satu Maret. Haryanto pun mengaku bahwa apapun kegiatan yang berbau sepeda, JFB pasti akan mendukung.
“Happy, Healthy, dan Friendship” itulah jargon yang diusung JFB. Mereka sangat terbuka bagi siapapun yang memiliki sepeda lipat untuk bergabung, berkumpul, dan bersama-sama memasyarakatkan sepeda. “Walaupun kita hanya bersepeda, namun kita selalu memegang prinsip keamanan saat berkendara. Di komunitas JFB, setiap pengguna sepeda diharuskan menggunakan helm, pelindung tangan dan kaki,” tegas Haryanto. Seluruh anggota JFB pun hampir seluruhnya telah berkumpul. Keramahan pun kian terasa, saatnya untuk bersepeda.
Banyaknya jenis sepeda mampu menciptakan perbedaan selera bagi penggemarnya. Itulah yang menjadikan komunitas sepeda di Jogja mulai bermunculan. Selain sepeda jenis fixed gear dan sepeda lipat, terdapat pula jenis sepeda Jawa atau disebut juga Onthel, sepeda tinggi, sepeda rendah, atau gabungan berbagai jenis sepeda dengan komunitas dan rutinitasnya masing-masing. Namun, semuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu memasyarakatkan sepeda.[] At tachriirotul M.