Mengapa UGM tidak bisa kalahkan Harvard?

Mengapa UGM tidak bisa kalahkan Harvard?
Ferizal Ramli

Jujur saya sampai hari jutek, ndak habis pikir!

Masuk UGM itu sulit. Jauh lebih sulit masuk Universitas manapun di
Eropa, Inggris dan USA (kecuali USA Universitas tertentu)

Kenapa? Persaingan masuk UGM itu lebih ketat. Puluhan ribu orang
berebut untuk 1 tempat di UGM. Berarti ini saringan yang benar-2 amat
kecil dan hanya yang bener tangguh yang bisa lolos. Semua orang
Indonesia berebut masuk UGM.

Bandingkan di Universitas Eropa termasuk Inggris. Saya bisa mudah
mendaftar di Uni München atau Hamburg atau Berlin atau Koln atau
Frankfurt, dll. Tidak diterima di satu Universitas maka saya kuliah di
Universitas lain.
Begitu juga di Inggris saya bisa daftar di Birmingham, Lancaster atau
Manchester atau Liverpool atau Leeds. Jika ndak terima yang satu maka
saya kuliah ditempat lain.

Artinya, di Inggris (325-an Uni) atau Jerman (375-an Uni) itu orang-2
pinternya tersebar kemana-2 dan yang kuliah di Universitas mereka
TIDAK semua orang pinter pilihan. Karena tawaran kursi itu ada di
ratusan universitas maka persaingan untuk dapat kursi relatif mudah.

Di UGM beda. UGM rebutan se Indonesia. Jadi, hanya yang terbaik se
Indonesia kuliah di UGM.

Lah kenapa UGM bisa ndak lebih hebat dari universitas Eropa padahal
SDM UGM terbaik? Harusnya UGM itu diatas Harvard!

PS.
Jangan anda samakan dengan anda kuliah di Eropa dari hasil bea siswa.
Memang itu sulit. Sulitnya, bukan diterima di Universitas mereka.
Sulitnya pada titik kuliah gratis dan makan dijamin alias titik untuk
mendapatkan bea siswa itu yang sulit. Tapi diterima di Uni Eropa itu
jauh lebih gampang dari pada diterima di UGM dengan catatan lulus
TOEFL.

14 thoughts on “Mengapa UGM tidak bisa kalahkan Harvard?

  1. he he he,,,,saya lebih suka mengatakan SDM UGM tuh baik,,,klo terbaik ntr misalnya semua kampus mengatakan TERBAIK alias the number one wah bisa berabe,,,bisa jadi perang iklan nih

    cuma begini ajalah, ga usah berdebat mengenai masalah terbaik atau diatas harvard atau diatas harvird atau harverd..gampang aja, berapakah jumlah mahasiswa asing -khususnya dari negara tetangga- yang kuliah di UGM

    klo bilang kualitas diatas Harvard -kecuali penguasaan bahasa inggris- mengapa bnyk mahasiswa malaysia dan philipna yang belajar di Belanda dibandingkan ke indo

    monggo di dalami, daripada ‘jutek n ga habis pikir’ lebih baik mengembangkan kompetensi diri sehingga dapat bersaing atau membina jaringan dengan pekerja asing sehingga lambat laun mereka pun akan menaruh kepercayaan kepada indonesia

    sekian maaf klo terlalu straightforward…maklum kerjaan udah pening sehingga ga mau tambah mumet lagi saya

  2. Sy absolutely setuju n tercengang dgn logika matematika yg disodorkan Sdr. Ramli ttg sulitnya masuk UGM. Hal tsb didasari pada rasio antara 1 kursi di UGM dgn jml pelamarnya. Bahkan utk Fak. Kedokteran UGM, data SNMPTN 2011 menunjukkan terdapat 7000 pelamar yg memperebutkan 50 kursi. Berarti 1 kursi diperebutkan oleh 140 pelamar, wow! Dari sisi jml pelamar, tercatat 34700-an pelajar yg ingin masuk UGM. Jml tersebut merupakan jml pelamar terbesar dan menobatkan UGM sebagai universitas terfavorit di Indonesia. Semoga makin jaya UGM, almamater kita.

  3. Yang membuat kita kalah adalah minat dan daya eksplorasi pelajar Indonesia…Sistem pendidikan yang tidak mendukung dan juga kesombongan yang membuat kita menutup mata atas segala kelemahan kita itu dan akhirnya terciptalah sistem ketidakadilan yang tidak berkesudahan…Semoga menjadi perenungan kita bersama

  4. kita cenderung stagnan dan kurang (walaupun tidak semua) memiliki semangat menemukan hal-hal baru…Beda dengan orang Eropa yang daya jelajahnya amat tinggi…anak Indonesia kebanyakan pulang sekolah lalu les atau bimbel…sedangkan anak Amerika atau Eropa diajak orang tuanya ikut ke tempat mereka bekerja atau menjelajah alam dan berolahraga…dari sana soft skill sekaligus pengetahuan disalurkan…

  5. Pun juga dengan etos kerja dan pendidikan yang kurang merata…kesenjangan antara yang kaya dan miskin, yang dianggap pandai dan dianggap maaf, ‘kurang pandai” amat jauh dan menimbulkan efek psikologis yang menjadi permasalahan yang semestinya kita perhatikan: yang kuat semakin kuat dan yang lemah tertinggal…itulah mengapa pula perekonomian kita juga dilanda ketimpangan yang signifikan…

  6. salah satu negeri yang bisa kita jadikan percontohan misalnya Finlandia…satu hal yang paling mencolok dari mereka adalah TIDAK ADA SISTEM RANKING…dan sistem pendidikan mereka nomor 1 di dunia lho…Kesenjangan antarsiswa di sekolah juga kecil…mereka semua diajarkan untuk jangan terpaku pada hasil yang dicapai orang lain, tetapi untuk menghargai hasil dan kemajuan yang mereka buat setiap saat dalam studi mereka…Anak yang kurang mampu juga diberi guru pendamping. Profesi guru di sana amat dihargai dan dijunjung tinggi sebagai kebanggaan mendidik karakter manusia yang luhur…Banyak lagi keunggulan mereka yang tidak mungkin saya tuliskan semuanya…Yang jelas mereka termasuk negara maju…Anda bisa mencarinya di internet…

  7. Maaf kalau pendapat saya kurang berkenan atau terlalu banyak…Itulah pandangan saya terhadap pendidikan di negeri kita yang tercinta ini…semoga dapat kita bangun bersama kelak di kemudian hari sebagai generasi penerus harapan bangsa…nasib bangsa ini puluhan tahun ke depan sungguh menjadi tanggung jawan kita bersama…^^

  8. to Lay Monica: Keren! Jalan pikiranmu sama persis sepeti aku. Emang negeri ini mengalami banyak sekali ketimpangan dengan aspek-aspeknya yang salah urus. Aku kaget juga nemu artikel kaya gini(Walau agak telat). Kok seperti me-rajakan UGM sebagai universitas terbaik(terbaik: bold red underlined).

    Kenapa gitu? Aku punya cerita. Aku punya tetangga alumnus perhotelan UGM. Dia lulus dengan almamater kebanggaan U-Ghe -Em(keren kan?). Dan akhirnya apa? Dia nggak diterima kerja di mana-mana lantaran fisiknya yang pendek. Ibuku tanya sama dia,”Kenapa kok nggak usaha cari kerja lagi?”. Dia jawab,”Ah mboten budhe…mpun kersane teng nggriya mawon,”. Santai banget :S

    Seharusnya jika tetangga saya itu sepintar yang digambarkan rsulastama, seharusnya ia berpikir lebih luas dan berinovasi way further daripada harus ngomong “teng nggriya mawon”. Bukankah ia sudah memiliki bekal yang cukup dari universitasnya?

    Itu yang dibilang “SDM UGM terbaik” dengan pola pikirnya yang serendah itu? Okay itu sebagian, tapi apakah esensi universitas dalam membentuk manusia unggul? -MEMBENTUK POLA PIKIR-, bukan membuat produk komersil yang seragam. Kan repot juga kalo ngeliat negeri ini terdapat lebih banyak manusia unggul cetakan universitas unggul daripada jumlah tempat kerja yang tersedia.

    Yang bikin aku lebih kesel lagi saat ngeliat saudariku alumnus komunikasi UGM yang akhirnya jadi sweet housewife. Dan di kesehariannya dia tidak bekerja dan bahkan mengajarkan ilmunya ke seseorang. Boro-boro exploring ilmu, ngurusin anak 3 aja dia bilang repot banget…(well, mungkin suatu hari nanti dia akan bekarja atau mengajarkan ilmunya, tapi siapa yang tahu besar kemungkinannya?). Nah, bukannya itu waste banget ya, ngerebut kursi UGM dari orang yang niat banget untuk mengembangkan dirinya di universitas itu?

    Bener katamu tentang Finland. Di sana kegiatan pendidikan diagungkan banget. So di saat sana udah punya Nokia dan Rovio dengan Angry Bird-nya, kita baru punya Esemka dan eSemar yang bahkan kita tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang.

  9. Oya ada cerita lagi. Ayah kerabatku lulusan Univet Bantara (bahkan kalian tidak tahu nama universitas itu). Dia hidup makmur sekarang sebagai wiraswasta. Dia punya banyak usaha(detail nggak kuceritakan untuk masalah privasi).

    Dari situ kita belajar bahwa seberapa besar pun kualitas universitas belum tentu bisa menentukan masa depan seseorang.

    So menurutku, UGM menang nama. Terkenal paling berpengalaman dalam mencetak (sebagian besar) mahasiswa yang punya kompetensi.

    to rsulastama: aku gak tau apakah kamu penulis ato cuma penge-post artikel ini, yang jelas aku NGGAK suka sama artikel hiperbolis yang semakin membuat image universitas lain semakin merendah. Maaf sangat frontal, tapi itu benar-benar dari hati saya. Bukan maksud untuk iri.

    • Wah saya sudah lama sekali tidak menengok artikel ini. Haha. Prinsipnya Google: Talenta bertebaran di mana-mana dan tidak hanya di “sekolah terbaik”. 🙂 Kata temenku sih “Hotel berbintang lima sekalipun pasti ada kecoaknya”. Universitas hanya sarana, bagaimana kita berkembang, kita sendiri yang menentukan. Tidak ada standar sukses yang dapat kita terapkan untuk semua orang karena masing-masing dari kita sudah diberi bekal masing-masing oleh Yang Maha Pencipta.

      Yang mesti kita sorot adalah sistem pendidikan, bukan porsi yang proporsional jika kita hanya menyorot sejumlah institusi. Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang memanusiakan, dan dimulai dari dini, bukan hanya kuliah. Itu menurut saya berdasarkan sejumlah pandangan dari pemerhati pendidikan juga.

  10. yg jelas ugm terlalu bnyak mncetak prodi atau jurusan tidak bermanfaat yang tidak dibutuhkan di dunia kerja

Leave a Reply to R.Z. Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s