*Curhat Supir Taksi*
Umi Gita
*
*
Virdo. Panggil saja ia begitu, seorang supir taksi brand yang cukup terkenal
di ibukota. Ya, setiap kali saya harus menjalankan tugas Negara untuk keluar
kota, dimana saya harus pergi ke bandara Soekarno Hatta. Atau pulang dari
luar kota, saya gunakan transportasi ini dari bandara tersebut menuju kantor
maupun rumah.
Mahal? Jelas iya. Tapi praktis tentunya. Dan juga cepat.
Tapi, dalam memilih taksi, saya gak asal. Saya selalu milih yang ‘brand’ nya
cukup terpercaya. Bukan apa-apa, saya perempuan, muda dan sendirian, bisa
saja terjadi sesuatu pada saya, bukan? Apalagi bila saya melakukan
perjalanan di malam hari. Dan saya ini kalau sudah begitu lelah, tidak
peduli tempat, saya suka tertidur. Saya pernah naik taksi, sendirian dan
tertidur pulas lalu bangun-bangun sudah di dekat rumah saya. Nah, betapa
saya menaruh kepercayaan besar pada supir taksi ini.
Bila saya tidak terlalu letih, saya cukup sering mengobrol dengan supir
taksi. Awal cerita dengan supir taksi seperti biasa, ditanya mau kemana?
Lalu lewat mana? Kalau ke bandara naik pesawat apa dan penerbangan jam
berapa? Hal-hal umumlah…
Bila hal-hal umum telah terlampaui, pembicaraan masuk sedikit ke ranah
identitas, misalnya kerja dimana, rumah dimana dan juga sudah berkeluarga
atau belum. Dan seringkali saya jawab dengan santai,”Ya, saya akan
menikah…”. Entah kapannya ya belum tahu hahaha…
Salah satu cerita yang pernah saya dapat adalah cerita Pak Virdo ini. Ketika
kutanya balik, apakah sudah berkeluarga? Dengan pandangan menerawang ia
berkata, “Saya sudah tidak punya istri.”
Cukup dengan satu kalimat, saya langsung menebak. Oke, bapak ini bisa jadi
cerai mati atau cerai hidup. Maka dilanjut dengan pertanyaan, “Memang istri
bapak kemana?”
“Dibawa kabur sama lelaki lain.”
Hmmm…aku menghela nafas. Yah, aku bertemu lagi dengan persoalan perkawinan,
lagi-lagi mirip dengan kuliah konseling keluarga dan perkawinan. Dengan
tampang anak muda yang sedikit bloon, aku bertanya tuk menggali “Kog bisa
Pak?”
Dan rentetan cerita mengalir dari bibirnya. Pak Virdo selalu merasa
menyayangi istrinya. Saking sayangnya, ia tak berani pulang bila tak membawa
uang. Uang yang ia dapat selalu diberikan pada istrinya, namun memang ada
yang ia sisihkan untuk ditabung. Tetapi, istrinya selalu merasa kurang,
ungkapnya. Lalu, istrinya kepincut dengan lelaki dari masa lalunya yang
ketika bertemu kembali, sudah lebih mapan.
“Apakah perempuan itu selalu begitu, Mbak?” Tanya Pak Virdo padaku.
Dengan senyum terkulum ku terpaksa berkata “Ya tidak semua…hanya saja memang
butuh pengertian dan pengorbanan dalam rumah tangga Pak…”jawabku sok
diplomatis. Itu kan hanya teori saja, praktek tentu saja aku nol besar.
Lain Pak Virdo lain pula Aldi. Anak muda berusia 22 tahun yang membawa taksi
dengan cukup ugal-ugalan dan membuatku mual, namun kutahan dengan mengajak
ngobrol dia. Aldi sudah setahun menjadi supir taksi. Dia belum merasakan
bangku kuliahan, karena setelah tamat STM ia memutuskan untuk bekerja.
Kutanya saja mengapa…
“Ya gimana ya Kak, sapa yang mau bayarin?”
“Lho orang tua masih ada gak?” tanyaku spontan.
“Ya ada, tapi udah cerai, saya anak satu-satunya. Sekarang mereka udah pada
kawin lagi, dan punya keluarga masing-masing.”
Aku terdiam. Seringkali perceraian orang tua itu tak pernah memikirkan
bagaimana anak yang terkena dampaknya.
“Tapi kan masih uang kan sama ayah ibu?”
“Boro-boro Kak, minta aja gak dikasi. Ya udah, mending saya usaha sendiri
dan menuhin kebutuhan sendiri.”
Rasa takut dan mualku serasa hilang seketika mendengar pernyataannya, betapa
tangguhnya ia dalam menjalani kehidupan. Ia pun bercerita pengalamannya
selama menjadi supir taksi. Ia pernah mengantar orang Arab dari Bandara
Sukarno Hatta sampai Semarang dengan bayaran tiga juta rupiah, tapi yang ia
terima bersih hanyalah sejuta saja.
“Emang kamu bisa basa arab?”
“Ya bisalah Kak, sedikit sedikit.” Ia pun melafalkan beberapa kalimat bahasa
Arab yang saya sendiri baru mengetahuinya saat itu.
“Bahasa Cina juga bisa Kak…” ungkapnya dan saya lagi lagi mendengar
celotehan Bahasa Cina yang lucu darinya.
Begitulah segelintir curhat para supir taksi. Seringkali aku dapat belajar
kearifan hidup dari mereka. Walaupun mungkin ada juga supir taksi yang
nakal, tapi masih ada hal berharga dari kehidupan mereka yang tersirat dalam
curhatnya.
12 Agutus 2011
Gadis Kecil Dengan Jutaan Mimpi