Konsep berbakti kepada orang tua
oleh : Lusi Nuryanti
Masih terkait dengan “Semangkuk Bakmi Panas” saya ingin menulis tentang berbakti kepada orang tua. Kewajiban untuk berbakti kepada orang tua saya rasa adalah kewajiban yang tidak dapat dibantah. Semua agama juga menyuruh kita untuk berbakti kepada kedua orang tua kita, terlebih jika mereka sudah tua. Namun terkadang setiap orang menerjemahkan secara operasional kata berbakti ini secara berbeda. Ada yang memaknainya dengan rajin mengirim uang kepada orang tua yang jauh, ada yang merasa harus menemani dan tinggal serumah, dan bentuk operasional yang lain. Saya lihat, latar belakang budaya juga memengaruhi bagaimana seseorang menerjemahkan berbakti ini dalam bahasa yang operasional.
Seperti yang saya lihat di UK, disini saya lihat konsep berbakti kepada orang tua sangat berbeda dengan konsep kebanyakan orang Indonesia. Disini jarang sekali orang tua yang sudah manula tinggal bersama anak-anaknya. Sangat mudah disini menjumpai kakek2/nenek2 yang tertatih2 berjalan ke pasar/supermarket dengan bantuan tongkat atau alat bantu jalan kaki tiga. Sambil membawa tas/keranjang belanja berisi kebutuhan sehari-hari mereka berjalan terseok2. Awal-awal disini saya selalu “mbrebes mili” jika ketemu mereka. Ingin sekali menuntun mereka. Yang terpikir oleh saya, kemana ya anak2/cucu2nya sampai si kakek/nenek dibiarkan belanja sendiri dengan kondisi begitu? Pada sisi positif, saya salut betul dengan kemandirian dan kekuatan mereka, namun di sisi yang lain tetap saja saya terpikir,”tega sekali anak cucunya tidak menemani”. Kata seorang teman Indonesia yang menikah dengan perempuan asli sini, orang2 british asli memang budayanya begitu, jika sudah dewasa dan mandiri..mereka biasanya tidak begitu peduli dengan orang tuanya. Toh, orang tua (diatas 60 tahun) kan sudah menjadi tanggungan pemerintah. Istrinya saja sulit sekali jika diajak berkunjung ke orang tuanya sendiri, padahal mereka sudah 75 tahunan. Maka suaminya lah yang terus mengajak istri ini untuk terus menjaga hubungan dengan orang tuanya.
Itu salah satu contoh betapa budaya sangat memengaruhi operasionalisasi kata berbakti pada orang tua. Saya sendiri kebetulan mengalami ujian dalam menerjemahkan kata berbakti ini. Allah Swt memanggil ibu saya ketika baru sebulan saya tinggal move ke UK untuk mengikuti suami. Dan karena sikon yang sulit, saya tidak bisa pulang saat ibu meninggal dan harus menundanya beberapa bulan. Dan sekarang, saya selalu kepikiran bapak saya yang tinggal sendiri, meskipun berusaha menelpon secara rutin. Sering saya merasa sebagai anak yang kurang berbakti.
Nah, saya yakin banyak teman-teman disini yang juga tinggal jauuh dari orang tua. Bolehkah jika saya minta teman2 berbagi tentang bagaimana teman2 mengoperasionalkan konsep berbakti pada orang tua ini? Everyone is welcome. Secara khusus saya ingin minta Mas Bambang N Karim untuk berbagi pengalaman hidupnya, yang sudah puluhan tahun di Aussie dan jauh dari ibu tercinta. Bagaimana mengelola rasa rindu dan cinta kepada ortu ini? Thanks ya.