Sampah Kiriman dari 13 Mulut Sungai Jakarta, Kotori Pulau Rambut
Oleh Nur Laeliyatul Masruroh
Sebuah kapal kecil yang mengangkut 60 pecinta fotografi mendarat di Pulau Rambut, salah satu area konservasi di Kepulauan Seribu, pada akhir Mei 2012. Mereka disambut oleh serakan sampah plastik yang tidak sedikit jumlahnya. Sebagai area konservasi yang vegetasi dan satwanya dilindungi, mengapa sampai ada gunungan sampah mengotori pantai? Rupanya sampah ini kiriman dari tempat lain. Menurut penjaga pulau, ada 13 mulut sungai dari Jakarta dan Tangerang yang memuntahkan material sampah ke Pulau Rambut.
Serakan sampah tersebut berupa plastik bungkus, ban bekas, sandal, sepatu, dan berbagai materi yang tidak bisa terurai dalam waktu hitungan tahun. Ombak di bibir pantai Pulau Rambut berdebur besar. Seringkali saat ombak pasang tinggi, air masuk menggenangi area pohon bakau. Sampah-sampah itu pun turut terbawa ombak ke daratan hutan mangrove dan tentu saja mengotori tanahnya.
Pulau Rambut secara administratif termasuk dalam Kabupaten Kepulaun Seribu, propinsi DKI Jakarta, memiliki luas 45 hektar, dan merupakan kerajaaan burung. Ribuan burung dengan berbagai jenis beterbangan dan berumah di tajuk pepohonan. Kita bisa melakukan birdwaching di sebuah Menara Pandang di tengah hutan. Ekosistem di sana berupa hutan mangrove dan tidak berpenduduk. Pulau ini bukanlah area wisata untuk umum. Untuk memasuki kawasan tersebut memerlukan ijin khusus dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam, DKI Jakarta. Di pinggir pantainya, kita bisa menikmati pemandangan debur ombak sambil merebahkan tubuh di rerumputan. Meskipun siang terbalut terik matahari, di sana kita bisa dengan nyaman berteduh di bawah kanopi Cemara Pantai yang rindang. Sekawanan burung terbang ke sana kemari membawa sepotong serasah tumbuhan untuk membangun sarang. Mereka membawa daun-daun dan ranting yang menggenang di permukaan laut. Burung-burung tersebut juga sesekali berenang mencari pakan ikan laut. Sayangnya momen indah itu terganggu oleh bau busuk sampah di sana sini.
Saat kita memasuki hutan mangrove Pulau Rambut, ditemukan potongan-potongan koral serupa tulang-tulang berserakan di antara akar nafas pohon bakau. Juga, lubang-lubang mulut pintu rumah kepiting besar. Jalan setapak menuju rawa-rawa tersebut tumbuhlah pohon endemik Pulau Rambut, yakni sebuah pohon dari keluarga jeruk. Selain itu berbagai pepohonan termasuk Kepuh, Waru Pantai, dan Jati pasir, mendominasi vegetasi di sana. Umbi Gadung dan sejumlah liana khas juga tumbuh dalam ekosistem tersebut. Ekosistem seperti ini harus dijaga agar tetap lestari. Sampah-sampah yang telanjur masuk ke hutan mangrove bisa merusak tanah dan akhirnya merusak ekosistem.
Para pecinta fotografi tersebut merupakan sekelompok alumni Universitas Gadjah Mada, mendatangi Pulau Rambut bermaksud mengambil gambar untuk mengabadikan momen. Keindahan alam di Pulau Rambut pantas untuk diketahui dan menjadi tempat riset. Adanya gambar-gambar atau video yang dibuat dapat sebagai kontrol perubahan ekosistem beserta kekayaan hayatinya yang terjadi dari waktu ke waktu. Mereka juga menanam bibit bakau yang sudah tersedia di sana. Selain itu melakukan bersih pantai. Mereka mengumpulkan sampah-sampah yang tidak bisa terurai, ke dalam sejumlah plastik besar untuk kemudian dibawa petugas ke tempat pembuangan akhir di Pulau Untung Jawa. Di Pulau Rambut tidak diijinkan menyalakan api untuk membakar sampah ataupun sekedar menyalakan api unggun, mungkin karena di sana banyak ranting kering, dikhawatirkan bisa memicu kebakaran hutan.
Bersih pantai tersebut sekilas nampaknya tidak seberapa dalam mengurangi sampah. Namun ini sangat berarti, setidaknya mereka membantu mengurangi dan tentu saja jangan sampai menambah. Meskipun banyak sampah plastik berserakan, namun air lautnya masih jernih dan biru. Karena pulau ini cukup jauh dari aktifitas penduduk. Dari Tanjung Pasir yang terletak di batas Pulau Jawa, untuk mencapai Pulau Rambut memerlukan waktu kurang dari 1 jam menggunakan kapal kayu.
Permasalahan sampah tidak berhenti di bibir pantai Pulau Rambut. Saat kapal kembali ke Tanjung Pasir, mendekati bibir pantai, kita kembali dikejutkan oleh airnya yang sangat keruh. Bukan hanya sampah plastik yang mencemari, tetapi juga limbah cair yang menghitamkan air laut. Jika sampah dan polutan dibiarkan terus menerus mengotori sungai dan laut, akan merusak keseimbangan ekosistem secara keseluruhan di bumi.
Mustinya warga Jakarta dan sekitarnya malu membuang sampah di sungai. Hal ini menjadi tanggungjawab bersama untuk tidak meremehkan buang sampah sembarangan. Mungkin seseorang berpikir bahwa satu sampah plastik yang dibuang sembarangan ke sungai tidak akan mempengaruhi kehidupan di bumi. Namun, apa jadinya jika seribu orang berpikiran sama? Seribu plastik akan menyumbat aliran sungai dan saat hujan turun andil bikin banjir. Sungguh, ini bisa dimulai dari diri sendiri untuk membuang sampah pada tempatnya. Memastikan bahwa di wilayah tempat tinggal kita, terutama di kota, ada pengambilan sampah tiap rumah yang terpadu secara rutin. Pastikan sampah plastik kita hari ini dibuang ke tempat yang tepat.
Depok, 2 Juni 2012
Ditulis juga untuk riverforlife.org
Mantap nih.
Jadi bisa tergoreskan disini kenangan kita bersama.
Salam sehati
Terima kasih Mas Eko. Jejak kita akan abadi jika ditulis. 🙂
mantap
: Kami atas nama BKSDA DKI Jakarta merasa terhormat atas tulisan ini (Nur Laeliytul Masruroh), begitu obyektif dan menghimbau masyarakat utk tujuan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pulau Rambut adalah Suaka Margasatwa yg telah ditetapkan oleh Hindia Belanda sejak Tahun 1939 sebagai Cagar Alam dan ditetapkan kembali menjadi Suaka Margasatwa sejak Tahun 1999. P Rambut juga telah ditetapkan sebagai RAMSAR SITE yg ke N0 1987 pada Tanggal 11-11-’11, ternyata masih mampu bertahan dan mampu mengemban fungsi “Pengawetan keaneka-ragaman jenis satwa beserta ekosistemnya”. Ramsar adalah sebagai sebutan untuk penetapan suatu kawasan lahan basah (Wetlands Convention) oleh organisasi pengelolaan lahan basah dunia, yg berkedudukan di Wina.