dan kemudian cerita ini akan masih terus berlanjut…
Pulau Rambut 10.04 WIB
Acara pertama ialah Ice breaking yang dikomandoi oleh mba Any Re dan mas Eko Eshape dengan embernya. Semua riuh menjadi satu, semua lebur menjadi sebuah campuran yang semakin terikat oleh sebuah pemicu kecil di ice breaking itu. Dan tidak lupa peran Indriani Oka yang sangat bagus dalam memeriahkan sebuah show. Salut untuk mereka bertiga yang sangat kompak dalam mendirijeni acara. Namun, acara tersebut harus segera berakhir, karena makan siang yang ditunggu sudah datang. Makan siang dengan sayur kangkung dengan ikan tentu saja, yang sangat nikmat untuk mengisi logistik yang sudah kosong semenjak pagi hari.
“mengenal satu dengan yang lain”
Gerilya Di Hutan 14.00-16.00 WIB
Dibagi menjadi dua kelompok, kami mulai memasuki kawasan hutan lindung itu. Ada dua tujuan utama yaitu sarang burung (bird nest) serta menara pengawas. Memasuki hutan, kami disambut oleh Ular berwarna hijau dengan dipadu corak hitam dan emas yang sedang berteduh diatas rindangnya pohon, namun panasnya udara siang itu membuat sang predator hanya bermalas malasan dengan tidur menggelantung. Tak lama kemudian, rombongan besar sampai dipersimpangan jalan menuju tujuan utama. Disana, kami disambut oleh Biawak yang berlengak lenggok seolah berada di atas biawakwalk. Semua lensa pun segera terbidik ke arah mas Biawak. Dipersimpangan tersebut, grup pertama langsung menuju ke menara pengawas, sedang grup kedua menuju ke bird nest. Kami pun melewati sarang Elang Laut, akan tetapi sang Elang tidak mau keluar dari sarangnya, dikarenakan dia sedang mengeram (Elang ini sebenarnya muncul lagi keesokan harinya, namun ketika mau dikejar, Elang itu sudah tidak nampak lagi).
“Bluwok”
I wish I’m a bird,
Kata itu melintas sepersekian detik dimata keenamku. Begitu indah makhluk itu, dia terbang mengepakkan sayapnya, hinggap dengan eloknya, menukik dengan tajamnya serta berteriak dengan garangnya. Namun, banyak manusia yang tidak peduli akan keberadaan dan tempat tinggalnya. Semua mata lensa ini terus beradu, berusaha untuk menangkap setiap detail momen, berusaha untuk membingkai serta mengabadikanmu dalam sebuah frame bernama keindahan. Pak Hata, Mas Haris, Om Luq, Om Eshape, Mas Sandhal, Kang Novian serta temans yang lain pun tidak lupa berusaha menangkap itu semua. Perjalanan ini berakhir disebuah rawa yang merupakan jalan buntu, namun banyak keindahan yang nampak ditempat itu.
Berlanjut menuju ke menara pengawas, menara dengan struktur model derik ini masih kuat berdiri, kondisi yang sangat bagus untuk menara yang dibangun pada tahun 1980an. Dengan tinggi sekitar 15-20 meter, dengan rangka baja bentuk angle dengan profil 150×150 mm dilapisi coating yang berfungsi untuk melindungi dari laju korosi. Sesampainya disana, rombongan pun mulai memanjat. Angin bertiup dengan kecepatan lebih dari 20 km/ jam itu menghembus, membelai dan menyambut kami. Hamparan hutan itu menampar mataku, angin itu masuk dalam jantungku, desiran ombak itu pun tidak lupa melambai kearahku.
“aku sadar aku kecil”
“aku juga mengerti bahwa aku egois”
“Engkau telah membunuhku”
“dan aku hanya bisa terdiam membisu”
Menangkap Sunset
Sore hari sekitar pukul 17.00, rombongan ini bergerak mendekati spot untuk mendapatkan foto sunset. Diantara Styrofoam kami berjalan, kadang mengendap bak seorang tentara bayaran yang hendak menyergap musuh yang menanti dengan hulu ledak nuklirnya. Kami pun melewati jalanan Styrofoam itu, beberapa kali saya digigit oleh nyamuk, melihat biawak yang lari untuk bersembunyi, karena kedatangan tamu asing. Beberapa menit kemudian akhirnya sampailah kami di spot itu. Semua kamera sudah mengarah ke penjuru sang surya menenggelamkan diri, bidikan demi bidikan itu menghujam satu demi satu, semua mengabadikan semua larut dalam suasana temerang nya sang surya.
“Sunset”
Celetukan Kang WWB
Malamnya, setelah makan malam dengan sup kerapu yang sangat luar biasa enaknya, Kombinasi bumbu yang sangat pas dilidah serta memanjakan rasa ini sembari menekuk dan menghancurkan daging kerapu yang begitu lembut. Manis, asam, asin serta pedas itu menandakan bahwa kehidupan itu pun terasa seperti itu.
“sup kerapu”
Semua peserta gathering berkumpul di depan pondokan. Banyak games seru yang dilakukan, menulis indah dengan tubuh, bernyanyi, membaca dan tentu saja dengan beberapa dorprize yang sangat mengejutkan. Ada yang sangat menyegarkan, dan itu terucap dari celetukan-celetukan kang WWB, dengan gaya yang khas, walaupun sedikit klomoh. Namun karena keklomohan itu lah yang bisa membuat semua orang terpingkal, terjungkal dan terpuaskan. Salut untuk seniman Haiku dan Haiga ini. Satu kata saja ….. Luar biasa.
“sebuah gaya khas”
Peresmian KPK
Dab Irvan membuka latar belakang cerita akan kegiatan ini, sedikit cerita mengawali semuanya. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang diharapkan bisa dilanjutkan sehingga akan banyak hal positif yang dihasilkan, tidak hanya sebatas bertemu, namun keakraban ini diharapkan bisa terjaring dengan kuat, grup kecil ini diharapkan bisa mengionisasi teman yang lain untuk melakukan banyak hal yang positif.
Ya, akhirnya disetujui dengan suara mutlak bahwa namanya KPK.
“nama itu”
Menyambut Mimpi 23.00 >> Zzzzzt…
Malam sudah semakin larut, saatnya untuk menarik selimut. Sleeping bag itu saya gelar di bawah pohon, menatap langit berselimutkan angin laut yang menerpa dengan kalemnya. Nampak kesunyian malam dengan deburan ombak membelai pulau itu. Senyap, sepi dan sunyi mulai memberatkan kantung mata ini.
Dalam anganku terbayang,
Dalam setiap rasa
Yang tak kan pernah bisa hilang,
walau sekejap
Ingin selalu dekat denganmu,
Enggan hati berpisah,
Larut dalam dekapanmu, setiap saat
Selamat tidur Pulau rambut…
bersambung chapter-3