Bunga Bank

Bunga Bank
Hasanudin Abdurakhman

 

Riba diharamkan dalam Quran dan hadist. Tak ada masalah soal itu. Pertanyaannya, apakah bunga bank itu sama dengan riba?

Ijtihad itu adalah usaha untuk mengisi ruang kosong, atau gap, antara kehidupan manusia di Arab, pada abad VII, dengan manusia masa kini. Kehidupan pada zaman itu masih sederhana. Maka hukum untuk mengaturnya pun sederhana. Belasan abad kemudian kehidupan menjadi lebih rumit, maka aturan yang dirumuskan pada masa itu tak lagi cukup. Kini diperlukan aturan-aturan tambahan yang baru. Maka dilakukanlah ijtihad.

Ada beberapa cara melakukan ijtihad. Salah satunya adalah qiyas, atau analogi. Sesuatu yang ada pada masa kini dicarikan padanannya pada masa lalu. Keduanya dianggap sama atau sebangun. Hukum ditetapkan berdasarkan kesamaan antar keduanya, dengan mempertimbangkan perbedaannya.

Riba artinya menambahkan. Seseorang meminjam sesuatu, kemudian ketika mengembalikan ia harus menambahkan sesuatu sehingga pengembalian melebihi yang ia pinjam. Pinjam 100 gr emas, kembali 110 gr. Atau pinjam 10 ekor sapi, kembali 11 ekor.

Nah, samakah praktek itu dengan sistem perbankan modern? Ada yang sama, ada yang tidak. Kalau hanya dilihat dari sudut pandang “penambahan”, maka ia sama. Tapi ada banyak perbedaan di luar itu.

Perbedaan mendasar menurut saya adalah pada sistem mata uang. Pada abad VII di Arab perdagangan masih menggunakan uang emas dan perak, yang berbasis pada nilai intrinsik. Perdagangan barter pun masih berlangsung. Kini kita menggunakan uang nominal, yang tidak lagi bergantung pada emas dan perak.

Sistem mata uang modern tentu lebih kompleks. Zaman dulu 100 gr emas sebagai mata uang tetap akan jadi 100 gr sampai kapanpun. Kini nilai uang bisa berubah, oleh berjalannya waktu, juga oleh berbagai faktor ekonomi yang kompleks.

Perbedaan lainnya adalah soal jenis dan tujuan transaksi. Zaman dulu pinjam meminjam biasanya terjadi antara orang yang punya uang lebih, dengan peminjam. Tidak banyak terjadi orang menitipkan uang untuk disimpankan oleh seseorang. Fungsi bank zaman sekarang jauh lebih rumit dari itu.

Hal lain, zaman dulu kelebihan tadi ditentukan oleh pemilik uang secara independen. Kini bunga bank diatur oleh pemerintah, dengan mempertimbangkan berbagai faktor ekonomi yang tidak sederhana.

Ada banyak hal lagi yang berbeda, antara praktek rentenir masa lalu dengan perbankan modern. Karena itu meski sekilas terlihat sama, riba zaman dulu tidak bisa disamakan dengan sistem bunga bank yang ada sekarang. Usaha untuk menganalogikannya adalah usaha yang tidak tepat.

Jadi bagaimana hukum bunga bank? Menurut saya hukumnya harus ditetapkan tanpa mempertimbangkan hukum masa lalu. Artinya tidak membandingkan atau mengqiyaskannya dengan riba. Karena keduanya adalah dua entitas yang berbeda. Menghukumi bunga bank harus dilakukan dengan mempertimbangkan baik buruknya pada masa sekarang saja.

Bagaimana dengan bank syariah? Dalam pikiran sederhana saya, bank syariah itu adalah usaha untuk membuat bakso pakai daging sapi. Bakso atau apapun yang mengandung kata bak dalam masakan Cina itu adalah makanan berbahan daging babi. Supaya bisa dimakan oleh orang Islam, semua jenis bak diganti bahan dengan daging sapi, ayam, atau ikan. Usaha ini sukses.

Dalam hal perbankan tentu masalahnya lebih rumit dari urusan bakso. Salah satu kerumitannya adalah bahwa bahan baku yang dipakai di bank konvensional dan bank syariah adalah uang. Uangnya sama. Uang yang terikat pada hukum-hukum ekonomi konvensional. Transaksi yang terjadi juga tidak independen. Dunia ekonomi tidak bisa dibelah lalu dipisahkan antara yang halal dan non halal. Semua terhubung oleh berbagai jalur transaksi yang rumit.

Pada akhirnya perbankan syariah, menurut saya, hanya menjadi permainan istilah belaka. Sistem dibangun menyesuaikan dengan pasangannya di bank konvensional. Nama transaksi diganti dengan bahasa Arab, akad formal diubah, tapi transaksi aktual, perhitungan-perhitungan tetap berbasis pada sistem ekonomi konvensional.

Bagi saya bunga bank konvensional itu halal, dengan pertimbangan manfaat sistem perbankan secara keseluruhan itu besar, bahkan sangat besar. Tidak mungkin negara beroperasi tanpa bank. Dan tidak mungkin bank beroperasi tanpa bunga. Sesederhana itu alasan saya.

(Saya bukan ahli fiqh, juga bukan ahli ekonomi. Tulisan ini pendapat saya, untuk diri saya. Jadi bukan fatwa. Kalau ada yang tidak setuju, ingin berkomentar dan berdiskusi, silakan. Tapi kalau cuma komentar tanpa argumen, sekedar untuk mengatai saya bodoh atau sesat, saya sarankan agar melakukan hal lain saja yang lebih bermanfaat. Bila diperlukan komentar demikian akan saya hapus, penulisnya saya blok.)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s