Saat pulang dari Syawalan Kagama Virtual di rumah makan Kampung Nirwana, Cisauk, kami berempat menuju stasiun untuk kembali ke tempat masing-masing. Salah seorang dari kami bertutur, “semua orang yang pernah kuliah di Jogja selalu punya kenangan khusus. Selalu ingin kembali ke Jogja dengan perasaan sentimentil. Gitu kan? Kok aku sama sekali nggak.”
Kok bisa? “Mungkin karena selama 5 tahun kuliah aku nggak pernah punya pacar,” lanjutnya mencoba mengurai. Entah penjelasan itu serius atau cuma bercanda.
“Nggak harus punya pacar kali untuk memiliki kenangan khusus. Misal pergi sama teman-teman, nongkrong minum kopi jos di angkringan dekat stasiun, saat-saat nggak punya uang cuma makan gorengan di Warung Burjo, foto-foto di depan Tugu, jalan merem di alun-alun, atau apalah kenangan khusus khas Jogja sama teman-teman, masa nggak ada berbekas?” selidik saya.
“Nggak ada yang benar-benar berkesan, semua biasa saja,“ sahutnya, dia yang oleh teman-teman dijuluki Putra Altar (alumnus fakultas Teknologi Pertanian, angkatan 1980an akhir, silakan tebak nama aslinya! Yang bisa menebak paling cepat dengan benar, dapat doorprize dari Komp*s. :D).
Itu satu contoh alumnus mahasiswa Jogja yang tidak biasa, tidak merasakan romantika Jogja. Uh, sayang sekali. Sangat berbeda dengan saya, yang melihat lampu Jogja dari balik jendela kereta saja sambil membatin “Jogja sweeeeet bangetlah”. Banyak kenangan manis, asam, asin yang tak terlupakan di kota itu.
Dan saya yakin banyak yang sama dengan saya, punya kenangan khusus tentang Jogja yang istimewa. Ketika di tengah acara Syawalan, saat MC Komandan Hasto Atmoko membagikan doorprize, sebelum melemparkan pertanyaan-pertanyaan ke peserta, berkisah terkait kampus UGM dan sekitarnya. Setiap peserta punya kenangan kuat yang berbeda di zamannya. Misalnya kenangan terkait Yu Darmi di era 1980an, kenangan perjuangan para aktivis menurunkan Soeharto di era 1990an, dan kenangan disidak Ustad Maulana di era 2000an. 🙂
Lalu, muncul seorang asing, di luar peserta, menghampiri dan bertanya, “apakah ini alumni UGM? Saya kebetulan sedang bersama keluarga di sini, samar-samar mendengar Jogja dan UGM disebut,” ujarnya. Dia alumni Fakultas Pertanian angkatan 80an, sempat memeriksa presensi untuk mengetahui apakah ada teman yang dikenalnya. Keterikatan yang kuat tentang Jogja membuat sinyalnya langsung nyala.
Syawalan KV Jabodetabek pada Sabtu, 01 Agustus 2015 kali ini diselenggarakan di Cisauk, tempat yang bagi sebagian kami, jauh nggak ketulungan. Namun, jarak tidak menghalangi untuk datang. Di Cisauk atau di manapun, tetap rasa Jogja. Menurut salah salah seoarang peserta, “Di acara ini aku senang karena akrab. Menunjukkan ciri khas UGM, sederhana.” Andreas Maryoto, Teknologi Pertanian, angkatan 1989. Acara dihadiri oleh sekitar 60 peserta, lintas angkatan, lintas jurusan. Mulai dari angkatan 70an hingga 2010an. Sebagian besar dari kami sudah saling kenal di reuni-reuni kecil sebelumnya, tapi belum tentu kenal saat di kampus dulu. Ya iyalah, kan banyak yang beda zaman. Semua saling terhubung melalui grup Kagama Virtual di Facebook.
Acara dimulai pukul 10.00, dibuka dengan perkenalan masing-masing. Selanjutnya permainan, pembagian doorprize sambil makan siang, dan bebas bercengkrama. Satu hal yang selalu dilakukan dalam pertemuan terencana KV adalah tiap peserta diberi tagname untuk memudahkan mengingat nama. Perlu disebut “pertemuan terencana” karena banyak sekali pertemuan/kopdar KV yang spontan. Dan, salah satu hal yang menyenangkan dari komunitas ini adalah interaksi yang setara, tidak memandang status dan jabatan, tidak ada Almukarram ataupun Yang Terhormat, kalau yang Tergila mungkin ada (silakan cek foto-foto acara!).
Kali ini ada game-game seru. Sekitar 22 orang terlibat aktif dalam permainan yang dipandu Mbak Istiqomatul Hayati, yang kece badai. 🙂 Permainan dibagi menjadi 3 kelompok, sebagian dari mereka pasangan suami istri. Tetapi yang pasangan tidak boleh dalam satu kelompok. Permainan tersebut di antaranya tutorial jilbab oleh pria untuk pria, merias wajah pria, mencari koin dalam tepung pakai mulut, dan origami ala-ala anak TK. Lhoh alumni UGM kok mengadakan permainan nggak penting kayak gitu? Haha. Baiklah, terserah kita mau memandang ini seperti apa. Ini waktu berkualitas bersama-sama teman-teman untuk menciptakan kenangan manis yang tak terlupakan. Dalam acara yang penuh canda tawa yang lepas lebih meninggalkan kenangan manis daripada diskusi ndakik-ndakik dalam seminar kan? Haha. Para alumni ini juga orang-orang yang profesional di bidang masing-masing, diajak diskusi ndakik-ndakik juga bisa. Namun, untuk kali ini lupakan itu semua, mari bersenang-senang. Jika ingin kenal mereka lebih dalam, sebenarnya acara-acara kopdar KV bukan sekadar senang-senang, ada penggalangan dana beasiswa, membantu sesama, diskusi, donor darah, dll. Bagi para perantau seperti saya, tinggal di kota asing, menemukan teman-teman yang terikat oleh sejarah yang sama, pernah sekolah di tempat yang sama, dengan ikatan persaudaraan yang erat adalah sebuah kebahagiaan.
Salah seorang peserta yang terlibat permainan membagi kesan. “Tadi asyik, tapi panas karena pas jam 12. Tapi nggak papa sih. Menyenangkan, tapi masih ada yang malu-malu, ada yang baru. Lain waktu, semoga lebih banyak lagi yang datang,” ujar Krisma Perwitasari, Teknik Sipil 2008.
Peserta yang tidak ikut permainan di taman, ngobrol di sejumlah meja. Nah, kalau di sini ada ngobrol santai tema serius terkait perkembangan baru di berbagai bidang. Ini bukan diskusi yang terarah, tapi dari berbagi pengetahuan lewat obrolan macam ini, itu sudah sesuatu. Di sini ada komandan tentara, pengacara, dosen, peneliti, tim sukses presiden (eh), pemangku kebijakan dalam satu meja, dan perakit bom (ups, yang terakhir canda!). Mereka bisa ngobrol tingkat tinggi sampai gojek kere. Bahkan ada yang datang ke acara macam ini karena sebelumnya tertarik dengan obrolan santai semacam ini, “Tadinya saya bolak-balik mikir mau datang nggak, tempatnya jauh banget, tapi saya ingin nyoba kereta (Commuterline). Saya ikut ngobrol gabung sama bapak-bapak di meja. Saya dapat informasi baru yang menarik dan aktual. Tentang sumber-sumber yang bisa didaulat. Dari acara ngobrol seperti ini, tahu informasi terbaru sudah sesuatu yang bagus, ” tutur Mbak Ino Von Kiara, Elektro 1980.
Acara syawalan ini bukan hanya untuk muslim, melainkan buat siapapun alumnus UGM. Teman-teman yang hadir dari berbagai latar agama dan kepercayaan. Memperat tali pertemanan dan persaudaraan dengan berbagi keceriaan. Di era isu keragaman keyakinan seringkali bisa memicu perselisihan, kerukunan seperti ini akan dirindukan. Saya kira, Tuhan juga senang melihat kebersamaan indah ini. Secara keseluruhan acara berjalan lancar. Meskipun demikian, ada beberapa catatan yang disampaikan peserta, yaitu “Acaranya kurang terstruktur, konsepnya kurang,” ujar Meri Kurniawan, Ekonomi 1992. Selain itu, “Tahun depan agar lebih rapi. Gamenya lebih seru, kali ini anak-anak kurang terlibat, lain kali lebih dilibatkan,” pesan Mbak Dariah Suhaedi, Kimia 1992. Baiklah, itu mungkin bisa menjadi catatan untuk panitia acara selanjutnya.
Untuk acara syawalan santai seperti ini ketua panitia acara, Arwan Kurniawan (Pertanian 2005) menyampaikan, “Di acara seperti ini, diharapkan Kagama bisa bersatu, tidak terkotak-kotak lagi setelah pemilu presiden. Halal bil Halal ini menjadikan kita semakin akrab, saling mengenal satu sama lain. Hubungan akrab dalam bisnis maupun kekeluargaan”. Saat interaksi di media sosial, beberapa di antara kami memang ada saja yang terlibat berdebatan dengan sedikit berlebihan, termasuk saat menjelang kampanye Pilpres maupun sesudahnya. Kopdar seperti inilah yang kemudian bisa mencairkan. Terima kasih untuk satu hari yang menyenangkan.
Depok, Agustus 2015
Laeliyaa