Syawalan Serba Salak

Setelah menempuh perjalanan motor Kebumen—Jogja selama nyaris 5 jam, pagi itu Selasa 21 Juli 2015, sampailah saya di tempat acara Syawalan Kagama Virtual di Desa Wisata Kelor, Turi, Sleman. Perjalanan lazimnya mencapai 3—3,5 jam. Namun, saya kesulitan mencari lokasi, padahal sudah bawa peta manual. GPS tidak berfungsi karena sinyal antara ada dan tiada. Ini masih di wilayah Jogja kan? Haha. Juga sempat nyasar berputar-putar membelah jalan setapak di kebun salak. Di daerah itu memang membentang kebun salak di mana-mana.

Segera setelah sampai lokasi, saya menemui sejumlah teman yang duduk di meja penerima tamu di samping gazebo. Nampak sebuah rumah tua berdinding bambu yang di dalamnya terbentang aula luas. Jajanan pasar seperti ketela pohon rebus dan klepon terhidang di meja emperan rumah. Tersedia minuman panas teh dan secang, tinggal pilih. Tak lupa sekeranjang salak yang bisa dipastikan memetik di kebun sebelah. Di depan rumah, sejumlah sosok tak asing duduk menghadap meja tamu. Salah satunya, Mbak Destina Kawanti (Biologi 1992), yang mencatat pendaftaran. Saya sudah kenal sebelumnya, bertemu kali pertama di acara reuni Goes Green 2012 dan selanjutnya saling interaksi di media sosial. Setiap peserta yang mendaftar diberi label nama untuk memudahkan mengingat nama satu sama lain.

Beberapa wajah familiar, tapi belum pernah berjumpa langsung. Di antaranya Pinjung Nawang Sari, Mbak Yunita Makarim, Pak Gusti, Pak Boy, Mbak Ratih Puspita (juragan cerita humor), dan Mas Gebyar Andono.  Saat bertemu kali pertama, seperti yang sudah-sudah dalam kopdar dengan teman sealmamater, langsung bisa akrab seolah berjumpa teman lama. Padahal beda jurusan, beda angkatan. Selain juga karena selama ini sudah saling familiar di media sosial.

Setelah ngobrol sana sini, ternyata bukan hanya saya yang kesulitan mencari tempat tersebut. Siapa sih yang milih lokasi? 🙂 Sst… acara itu konon awalnya dimaksudkan untuk sepeda bersama dengan rute menjelajah area di sekitarnya. Namun, karena satu dan lain hal, menurut koordinator Acara, Mas Eka Priastana Putra, Akuntansi 1992, acara bersepeda hanya diikuti oleh beberapa peserta, tidak bisa melibatkan semua. Bentuk jalanan dan rute memang cocok untuk gowes, jalanan mulus dan lumayan sepi. Oh ya, saya curhat begini bukan sedang komplain soal tempat acara, saya apresiasi teman-teman yang sudah mengusahakan acara ini hingga terselenggara dengan meninggalkan kesan yang menyenangkan. Sedangkan saya tinggal datang, menikmati hidangan, dan ngobrol dengan teman kiri kanan. Mencari alamat lokasi acara yang jauh dari kota dengan kendaraan motor dan tidak sendirian, buat saya cukup menantang dan tentu menjadi satu kenangan tak terlupakan. 🙂

Saya datang bersama seorang ponakan, dia yang mengendarai motor sepanjang perjalanan. Jadi nyasar pun, setidaknya ada teman. Oh ya, peserta memang boleh membawa keluarganya. Sebelumnya di undangan acara via Facebook, memang sudah diumumkan terkait bisa membawa pasangan dan anak-anak. Juga diberitahu untuk membawa baju ganti jika tertarik ingin main di air. Acara dimulai pukul 10.30 dengan pembawa acara Mbak Lucy Laksita, penyiar kondang di Jogja. Ada banyak kegiatan yang merekatkan para alumni dan keluarganya. Pertama, lomba menangkap ikan di kolam untuk anak-anak. Kegiatan ini diikuti hampir semua anak. Hasil tangkapan mereka dibakar saat itu juga untuk lauk makan siang. Kedua, pertandingan sepak bola untuk peserta alumni lelaki, dibagi dua grup. Grup Pak Gusti Ngurah Putra (Komunikasi 1980an) dan grup Pak Boy Rahardjo Sidharta (Biologi 1980an). Acara ini paling gayeng karena riuh suporter yang teriak-teriak memberi semangat. Ketiga, lomba berjalan menyeberang air kolam untuk dewasa dan anak-anak. Sekilas lomba ini terkesan gampang, tetapi saat para orang dewasa mencobanya banyak yang tak sanggup, limbung di tengah jalan. Keempat, lomba menangkap bebek untuk anak-anak.

Peserta yang  datang, baik alumni maupun keluarganya, mencapai 150 orang. Lintas angkatan, lintas jurusan. Jumlah yang sangat fantastik mengingat tempat acara jauh di pedamalan kebun salak. Eh, salak lagi. Hihi. Mulai dari angkatan 1970an hingga angkatan 2010an. Dari masing-masing dekade, setidaknya satu yang mewakili memberikan kesan terhadap acara ini.

“Seru banget, benar-benar erat. Ketemu teman-teman baru. Selama ini di dunia kerja saya lebih banyak ketemu lelaki, jadi di sini ingin ketemu teman-teman perempuan,” ujar Mbak Nunung Sukiman, Teknik Sipil 1978, dosen universitas swasta di Jakarta. Oh ya banyak teman-teman alumni yang sehari-hari tinggal di Jakarta, saat itu kebetulan mudik di sekitar Jogja, menyempatkan datang. Contohnya Mas Iskandar Eoq Wibisono dan Rika Tsan, keduanya bukan wajah baru, biasa muncul di kopdar Jabodetabek. Termasuk saya, sehari-hari di ibukota, mudik ke Kebumen, menyempatkan ke Jogja. Ah, Jogja memang magnet untuk siapa saja yang pernah tinggal di sana. “Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu.” demikian penggalan lirik lagu “Yogyakarta”. Sebagian yang lain, punya alasan tersendiri hadir di sini.

“Ini tempat berkumpul sebagai rasa bersyukur dan silaturrahim. Saya merasa lebih muda lagi. Buat perbandingan diri sendiri, sekolahnya dulu di tempat yang sama, kok jadinya beda-beda, dan enjoy saja. Kebetulan saya dulu teman kos Jokowi, dia jadi presiden dan saya menekuni bidang saya,” tutur Hermanto yang dikenal sebagai pemilik usaha bernama Magnet Jogja, alumnus Sosiatri 1982.

“Aku wis langganan datang kopdar. Komunitas ini cair dan asyik. Kalau bukan komunitas ini, aku belum tentu datang. Sebagian sudah kenal, interaksi dengan teman-teman juga menarik. Untuk anak-anak acaranya juga bagus, mengalir. Aku ikut bal-abalan, ngegolin satu ke kelompok yang kalah,” urai Ary Lesmana, Komunikasi 1991. Saran dari Ary untuk ke depan, “acara yang berbau seni, termasuk untuk anak-anak, belum terwakili. Semoga lain waktu bisa ada.”

“Beberapa orang selama ini hanya interaksi di dunia maya. Mumpung ada momen kumpul bareng, nambah teman, nambah saudara, atau juga ‘saudaranya saudara’. Acara ini menyenangkan, tidak ada batasan usia, berbaur jadi satu. Mungkin karena alumni UGM supel-supel,” tutur Pinjung Nawang Sari, Pertanian 2002, dosen muda UGM. ‘Saudaranya saudara’ yang dimaksud Mbak Pinjung sudah ditemukan belum ya? Mari bantu dia mencarinya. Haha.

“Saya baru lulus tahun 2015 ini. Ini baru pertama kali mengikuti acara pertemuan alumni. Ingin tahu di luar sana kegiatannya seperti apa. Tambah link juga,” ujar Amanda, Pertanian 2011 yang datang bersama mantan dosennya, Pinjung (lagi). 🙂

Acara juga dihadiri oleh Rektor UGM yang baru saja menjabat, Ibu Dwikorita Karnawati (Teknik Geologi 1983). Beliau menyampaikan, “Acara seperti ini sangat penting untuk menghubungkan para alumni, mengumpulkan balung pisah, mendekatkan, dan silaturrahim. Juga, saling mendengarkan, saling sharing, siapa tahu ada jalan keluar di kemudian hari. Seperti tadi soal gifted children.” Saat itu ada alumnus membawa putrinya yang memiliki bakat khusus, usia 15 tahun diterima di UGM. Bu Rektor juga berharap pertemuan seperti ini bisa membuka peluang manfaat untuk banyak pihak.

Seorang alumni yang sedang mendapatkan perawatan intensif sekian bulan ini, Yuslan (Teknik Kimia, 1997) juga datang. Yuslan adalah alumni UGM yang saat mahasiswa semester awal mengalami kecelakaan berat hingga kehilangan banyak memori. Hal tersebut membuatnya sulit berinteraksi dengan lingkungan sehingga selalu butuh perawatan dan perlindungan. Setelah kecelakaan dulu, Yuslan sempat hilang sekian tahun hingga akhirnya ditemukan dalam keadaan butuh perawatan RS dan kemudian dirawat oleh sejumlah alumni UGM. Salut buat teman-teman yang memiliki jiwa sosial tinggi, saling membantu tanpa pamrih. Keterikatan kuat dengan almamater dan pertemanan yang erat membuka jalan untuk membantu yang membutuhkan dan mengatasi masalah-masalah yang bisa diselesaikan bersama.

Saat makan besar, ada menu tak biasa. Tumis salak dan sambal salak. Banyak peserta, termasuk saya, baru kali pertama mencoba menu tersebut. Perfomanya seperti jamur, tapi rasanya beda. Banyak yang terkecoh. Saya kira hampir semuanya terkesan dengan menu tersebut. Enak dan jadi terinspirasi untuk kelak mencoba menumis salak. Oh ya, peserta juga mendapatkan sebungkus daun mint gratis yang dipetik dari kebun Mbak Sribudi Astuti, Pertanian 1994. Juga tersedia buku gratis dalam jumlah terbatas, yang ditulis oleh Mas Adi Mardianto, alumnus Psikologi. Tidak lupa tandatangan dan foto bersama penulisnya. 🙂

Saat tiba acara sesi foto bersama, mulanya akan foto bersama tiap fakultas. Dimulai dari fakultas Biologi. Kenapa Biologi? Karena itu fakultas saya. Eh, bukan. Karena Biologi diawali huruf B, dibandingkan dengan nama fakultas lain, Biologi menempati urut pertama berdasarkan urutan abjad. Dalam berbagai acara di kampus dulu, seperti wisuda, biasanya juga fakultas Biologi dipanggil yang pertama. Alumni Biologi yang hadir hanya 5, angkatan berbeda-beda. Saat alumni Biologi sudah berbaris berderet siap dipotret, tiba-tiba teman lain satu persatu berlarian ingin ikut foto, semua ngaku lulusan Biologi. Akhirnya batal foto perangkatan. Haha.

Kembali ke Mbak Destina yang saya temui di awal kedatangan, mengenai acara itu, “Owh… kesannya seru, anak-anak ceria. Mereka bisa main air puas.” Kegiatan berjalan menyenangkan dan lancar, meskipun tidak ada struktur kepanitiannya. Acara dikerjakan atas kerjasama banyak pihak yang rela lebih repot daripada peserta, termasuk Mbak Ratih Puspitasari, Mas Eko Eshape, dan Mas Sulastama Raharja (Teknik Geologi 1994) yang terlibat aktif menangani terselenggaranya acara meskipun dia jauh di California, Amerika Serikat.  Masukan dari Mbak Destina untuk ke depan adalah, “ada acara yg saling mengenalkan atau kemasan ke situ jadi lebih akrab kenal satu sama lain.“

Acara selesai pukul sekitar pukul 15.30. Nampak beberapa anak, pulang dengan wajah berseri-seri menggendong bebek hasil tangkapannya. Makanan masih tersisa banyak, beberapa ibu-ibu maupun bapak-bapak membawanya pulang untuk oleh-oleh. Saya juga, mengantongi beberapa salak. Saya mengambil buah berkulit cokelat itu sembari tersenyum sendiri, mengingat tadi pagi yang nyasar muter-muter di kebun salak. Sejumlah orang dewasa melanjutkan kopdar malam di salah satu rumah makan untuk membahas soal pendidikan berbasis sumber daya alam, dimoderatori oleh Mbak Aula Wijiasih. Saya tertarik gabung, tetapi tidak memungkinkan. Saya janji malam itu menemani ponakan jalan-jalan ke Malioboro, dan selesai sudah larut malam. Kemudian nginap di rumah Mbak Bibien Bintang Wisnuwardani, terima kasih banyak atas tumpangannya. Saya pulang esoknya pagi-pagi sekali karena siangnya mendadak harus kembali ke Ibukota. Aku terlupa membawa salak kemarin yang kusimpan di meja rumah Mbak Bibien. Haha.

Agustus 2015

Laeliya

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s