Nobar Galang Dana Beasiswa

Bersenang-senang, belajar, dan bermakna. Begitulah semangat kegiatan Nonton Bersama film “Banda” yang diselenggarakan oleh Kagama Virtual, sebuah komunitas alumni UGM. Kegiatan diselenggarakan di bioskop megah Episentrum XXI Jakarta pada Minggu, 30 Juli 2017.

Film “Banda The Dark Forgotten Trail” bercerita tentang sejarah asal mula pulau-pulau di Nusantara ditemukan. Riwayat Kepulauan Banda melintasi peristiwa-peristiwa penting. Suara narator Reza Rahadian mengajak kita menembus perjalanan dari abad 17 hingga 21. Mulai dari pentingnya buah pala di Banda, perang rebutan tanah berempah, jalur perdagangan dunia, dan tempat pengasingan Mohammad Hatta yang di sana ia memikirkan konsep nasionalisme.

Tanah Banda pernah diperebutkan dengan tumpahan darah lantaran kaya buah pala, komoditas yang nilainya saat itu lebih dari harga emas. Namun, kemudian pulau ini ditinggal terbalut sunyi. Banda memiliki akar multikulturalisme, dengan penduduk beragam etnis, seperti Jawa, Cina, dan Arab hidup berdampingan secara harmoni. Namun, usai reformasi turut terkena dampak konflik sektarian.

Film ini muncul bertepatan dengan peringatan 350 tahun pertukaran pulau Rhun dan Manhattan. Selain itu, ulang tahun Kagama Virtual yang ketujuh. “Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka merayakan beberagaman dan mengenal sejarah bangsa. Juga, untuk penggalangan dana beasiswa mahasiswa UGM yang kurang mampu,” ungkap ketua penyelenggara Andreas Maryoto, alumnus Teknologi Pertanian UGM.

Nobar Banda KVBelajar sejarah dari medium visual menjadi satu daya tarik penonton. Sebanyak 264 penonton hadir berpartisipasi. Uang yang dibayar guna beli tiket, disalurkan untuk dana beasiswa ratusan mahasiswa UGM. Selama ini beasiswa sudah berjalan dan dikelola secara profesional. Dana yang berhasil terkumpul dari Nobar ini sebanyak Rp 13 juta.

Film “Banda” akan tayang secara resmi perdana di bioskop pada 3 Agustus 2017. Kagama Virtual mendapatkan kesempatan menonton duluan berkat kerjasama dengan rumah produksi Lifelikes. Produser Sheila Timothy menyampaikan ide film ini muncul ketika ekspedisi jalur rempah di jalur sutra. Menurutnya, ini penting memberikan semangat, jadi tahu asal muasal sejarah kita.

Film disajikan dengan cita rasa bangsa sendiri, dengan semua kru orang Indonesia. Dalam proses pembuatan, sutradara Jay Subyakto mengaku tidak mau menonton film dokumenter apapun, agar tidak terpengaruh. Selanjutnya akan dikembangkan komik agar sejarah tidak hanya dikenal orang dewasa, tetapi juga anak-anak. “Ini garis besarnya saja, dari film ini mentriger orang menggali sejarah lebih dalam lagi,” harap Jay.

Belajar sejarah menjadi sarana melihat diri kita yang sesungguhnya. Dan, penggalangan dana beasiswa menjadi sarana berbagi menemukan makna.

Laeliya,

Jakarta, 31 Juli 2017

Leave a comment