Biarlah UGM menjadi perekat bangsa

Biarlah UGM menjadi perekat bangsa
“kisah KKN-ku”
oleh: Rovicky Dwi Putrohari

Konon kabarnya materi KKN ini paling sering digugat dalam pembahasan pelajaran di Universitas gadjah Mada … Bahkan ketika setiap membahas kurikulum Mata Kuliah Kerja Nyata Selalu disorot sebagai penghambat, sebagai beban menambah waktu belajar. Ini KKN yang artinya “Kuliah Kerja Nyata” looh … bukan KKN yang digonjang- ganjing saat ini !!.

Dulu KKN katanya sebagai bagian dari pengabdian masyarakat, makanya diurus oleh LPM. Juga sebagai ajang percobaan aplikasi ilmu yang sudah dipelajari di kuliah. …. buat beberapa mahasiswa dipakai juga untuk ajang mencari jodoh …. Ajang interaksi … pokoke interaksi komplit-plit

Ngomong-ngomong soal KKN-UGM. Ada banyak pengalaman yang saya peroleh dari KKN tahun 1986, buat sayapengalaman selama dua bulan di desa Butuh … sebuah desa kecil di Kutoarjo adalah pengalaman penting dalam perjalanan hidup. Disana saya awalnya bingung juga … mau ngapain mahasiswa geologi yang calon “tukang insinyur batu akik” ini ke desa. Lah wong aku jelas tahu ndak ada pelajaran geologi yang bakalan aku terapkan … rasanya ndak ada satupun mata pelajaran geologi yang bisa aku manfaatkan. … Teman-teman dari dokter gigi, dari pertanian, dari peternakan hingga temen-temen dari Teknik Sipil sibuk merencanakan program kerja, mengatur jadwal, menghubungi instansi, hingga mencari sponsor. Aku bingung musti kerja apa … apa aku yang mahasiswa geologi ini nggak bisa membantu masyarakat desaku ini ? ……Apakah aku hanya bisa menjadi pembantu temen-temen mahasiswa dari disiplin ilmu lain ini ? …. Frustasi menyelimutiku dalam minggu-minggu pertama. … aku sampek mikir jelek juga …. kenapa disini tidak ada tanah longsor …. kenapa disini nggak ada gempa … kenapa juga disini nggak ada pertambangan … atau apapun lah yang berhubungan dengan ilmu yang kupelajari.

Frustrasi …. !

Aku akhirnya hanya banyak membantu teman-teman mahasiswa UGM lain yang memang jauh dari disiplin ilmu yang sedang saya pelajari waktu itu. Aku bahkan ikutan menangkap ayam yang mau diimunisasi .. unik juga ngejar-ngejar ayam diwaktu sore. Aku juga banyak membantu temen kedokteran gigi untuk memberi pelajaran “gogok” gigi massal (kan sulit ngomong gosok gigi kalo ada sikat dimulut) … wuiiih … asyiik juga ngumpulin anak-anak SD untuk diajarin gogok gigi. Hingga suatu saat aku kebagian untuk berbicara didepan masyarakat desa … ya betul … didepan masyarakat desa yang serba lugu … yang selalu bilang “nggih …!” secara serentak. ….
Akupun tersentak …. kaget …
Ahhh … barangkali beginilah wajah saudaraku yang didesa ….
Ahhh … barangkali beginilah kalo mau berhadapan dengan masyarakat indonesia yang asli

Aku ngebayang … kalo aku bicara didepan mahasiswa geologi aku pasti udah didebat habis …. Tapi aku bisa apa kalo mereka hanya bilang …”nggiiiih”

Ketika kembali dari KKN akupun sepertinya tidak merasakan manfaat apapun dari KKN ini, aku malah bersorak ketika akan selesainya masa KKN ini.

Saat ini setelah aku bekerja hampir 18 tahun di sebuah perusahaan perminyakan …. Aku banyak merasakan adanya sesuatu yang aku rasakan perbedaannya dengan teman-teman kolegaku yang tidak pernah mengikti KKN…. Mereka lulus dari universitas yang tidak mempunyai program KKN … saat-saat berhadapan dengan masyarakat desa …. Juga bahkan saat-saat berhadapan dengan kolega seprofesi maupun yang berbeda profesi sekali pun, aku merasa ada perbedaan yang ternyata juga dirasakan oleh temen-temenku dari UGM. Aku selalu saja berusaha mengerti apa yang menjadi tujuan proyek-proyek mereka … aku berusaha tahu apa langkah yang sesuai dengan kaidah keilmuan yang dia ikuti.….. toleransi keilmuanku muncul mungkin karena KKN, saat aku berusaha membantu teman-temanku dari profesi lain untuk berkiprah.”,

Keberagaman dalam percampuran.

Indonesia ini terdiri dari berbagai macam suku, dengan berbagai bahasa juga adat-istiadat. Kalao mau melihat miniatur Indonesia bisa kita lihat di Jawa. Kalau mau melihat miniaturnya lagi ada di Jogja, tempat berkumpulnya masyarakat Indonesia dalam belajar mencari ilmu. Kalau mau lebih kecil lagi untuk lingkungan kampus, maka Universitas Gadjah Mada bisa menjadi miniatur intelektual Indonesia. Universitas Gadjah Mada memang unik. Keaneka ragaman jurusan juga keaneka ragaman mahasiswa menjadi ciri unik dari universitas ini. Dulu ketika pergantian tahun ajaran yang sibuk dengan penerimaan mahasiswa baru sering terlontar adanya kekurangan mahasiswa dari sebuah provinsi. Aku dulu sempet kaget …. “Looh kok enak … wong ndak pinter-pinter banget kok bisa diterima di UGM …?”. Tapi ada hasil yg lain yg akhirnya dirasakan ketika bekerja nantinya.

UGM Semen Perekat

Dalam sebuah bangunan yang kokoh sangat dimungkinkan karena susunan batu-bata yang kokoh. Universitas Gadjah Mada barangkali bukan penghasil batuan yang kokoh … namun penghasil semen perekat yang kuat merekatkan batu-bata ini. Dan sudah tidak heran kalo anda masuk di lembaga pemerintahan juga di pemda-pemda di Indonesia ini anda pasti ketemu alumni UGM. Aku lihat sepintas Alumni UGM memang lebih banyak di lingungan yang kurang menonjol. Mereka memang bukan sebagai tokoh sentral dibandingkan rekan sekolega alumni dari Uni-Uni yang lain. … mereka bukan batu-bata, mereka semen perekat.

Barangkali Alumni UGM lebih banyak yang menjadi perekat bangsa. Menjadi semen-semen yang kokoh ini dibentuk bukan hanya saat hidup di Jogja saja, namun juga saat-saat belajar di kampus … termasuk sewaktu KKN ini. Dimana antar mahasiswa yang berbeda disiplin ilmu bersama-sama belajar untuk bekerja sama. Dimana antar mahasiswa belajar berinteraksi untuk saling menyelami. Dimana mahasiswa belajar untuk toleransi dengan disiplin ilmu lain.

Saat aku KKN dulu belum keras terdengar kata “Team Work”saat itu belum nyaring kata-kata “Network”. Di UGM sudah ada program KKN jauuuh sebelum aku mendengar kata-kata manis itu …. Kata-kata yang selalu mengingatkanku dengan program KKN di Butuh. Kutoarjo.

Sayang sekali kalo program ini dihapuskan hanya karena dianggap memperlambat kuliah …

Salam
Rovicky Dwi Putrohar (1990)

Cara membuat “Crop Circle”

Cara membuat “Crop Circle”
oleh:  Rovicky Dwi Putrohari

Quantcast

Berita heboh munculnya Crop Circle di Berbah Sleman, Yogyakarta menjadi menarik ketika kita tidak tahu bagaimana membuatnya. Sehingga muncul spekulasi-spekulasi bahwa itu dibuat oleh Alien atau UFO.Bentuk dan macam ragam Crops memang secara geometri menarik sekali. Beberapa memiliki geometri Fraktal.

:( “Wah iya, Pakdhe dulu thesis S2-nya tentang Fraktal kan ? Dongengin fraktal dong Pakdhe !”

Kalau Crop Circle itu mengherankan kamu karena cara pembuatannya, mestinya kita juga heran dengan pembuatan Candi Borobudur yang memiliki geometri segi-empat sempurna, kan ? Coba saja pikirkan apakah waktu pembuatan Borobudur itu sudah ada alat ukur Theodolite ? GPS belom ada, Sattelit belum juga ada namun geometri Borobudur benar-benar sempurna !.

Continue reading