[Chapter 3] Pulau Rambut, Kelor, Onrust dalam cerita

masih berlanjut

Sebuah Kepedulian akan Alam

SUNRISES 05.00 WIB Pulau Rambut bagian Timur

Pagi hari menjelang matahari terbit, kami berjalan menuju kearah pesisir sebelah timur. Berjalan ditepi pantai yang menghampar, dengan melewati tumpukan sampah yang tercecer disemua sisi. Sebuah spot yang sangat luas sudah menghampar, semua segera memasang kuda-kuda, kamerapun sudah siap untuk membidik. Walaupun ada beberapa sedikit “pisuhan” namun acara pagi itu bisa dikategorikan sukses menangkap momen sunrise, walaupun tidak pas, karena tertutup mega. Setelah puas dalam acara pemotretan, para peserta kembali ke pondokan untuk makan pagi dengan nasi uduk yang sudah disediakan.

“Sun rise di ufuk sebelah timur”

Menanam Bakau 08.00 WIB

Acara selanjutnya ialah penanaman bibit bakau di pulau itu, bakau mempunyai peran penting untuk menjaga ekosistem di tempat itu, serta bisa menyerap co2 dalam jumlah yang besar. Hampir semua terjun ke rawa itu, menggali lumpur untuk kemudian menanam bakau. Banyak momen-momen yang lucu seperti kisah-kasih Dewo-Ulfia yang terekam kamera, Anita yang tidak bisa bergerak leluasa, momen unpredictable mba Ratih serta masih banyak momen yang lainnya yang bisa dilihat pada foto yang sudah beredar.

Setelahnya, kami tidak lupa pula untuk sedikit membantu membersihkan tempat itu, walaupun usaha itu sepertinya kurang maksimal dikarenakan tumpukan sampah yang sudah sangat kronis. Namun setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi semua sampah itu. Semoga Tuhan selalu melindungi mu.

“menanam bakau”

Menuju Kelor Island 12.00 WIB

Sebelum kami meninggalkan pulau rambut ini, sembari menunggu kapal jemputan, indri dengan semangat 45 tetap berusah untuk memeriahkan acara. Berduet dengan mas Eshape, menyapa dan meminta pendapat para peserta gathering. Salah empat nya ialah seperti berikut dibawah:

Irvan Kristanto

Yang pasti….
banyak perjalanan bersama rombongan yang sdh aku ikuti… selalu ada kesan yang dalam..
perjalanan kemarin, sangat menyenangkan (sebenarnya, tidak ada yang tidak menyenangkan dalam hidupku wkwkwkwk)….
kombinasi teman2 yang asyik… banyak bisa belajar untuk hidup lebih baik…
belajar dari alam…. menghadapi ombak… jangan takut kepada ombak….. (yang tidak ada ombaknya… yaaa bak mandi)…
ingat ucapan Rama Rambini: petualang, yang berlayar solo dr USA ke Bali…. saat2 laut tenang…. tak ada ombak, dia malah jadi depresi dan pengen bunuh diri.
nenek moyang kita orang pelaut…. kenapa takut ombak?… kalaupun haraus mati, kan cuma sekali… (saya nggak bisa berenang, tapi yaaa enjoy saja).
hantu2 pulau rambut, kemarin misuh2 semua… karena nggak bisa beraksi dan menikmati angin pantai…

Laeliyatul Masruroh

membawa kenangan yang tak terlupakan. Menemukan teman-teman baru, sodara-sodara baru, dan tentu saja foto-foto bagus dari kamera kawan-kawan fotografer. Terima kasih untuk semuanya yang telah mengupayakan acara ini, sehingga semua berlangsung dengan penuh kesan.

Cindy Silvia

Dua hari yang tak terlupakan,

okey deh,, ada beberapa perjalanan yang masih dalam waiting list..

Sampai Jumpa di gathering Jogjakarta di bulan Desember 2012… !!

Hery Muhendra

Walaupun bangga, tapi tetap ada kekhawatiran…untuk masuk suatu komunitas itu diperlukan frekuensi pemikiran,selera,atau kebiasaan yg sama. No offense, tyap org punya kharakter yg berbeda2. Berbeda culture,umur,profesi,kebiasaan. Semakin gw pikirin, semakin panik. Gathering bersama org2 yg umurnya diatas gw rata2,dgn Yogyakarta sebagai 1 unsur yg menyatukan kita..Gw bayangin bakal berasa di arisan bapak2 dan ibu2 dengan backsound lagu jawa dan semua memakai blangkon,khidmat. Absurd,boring dan bkin cepet tua hehe. Sempet ingin mengundurkan diri, namun apadaya sudah membayar. Akhirnya kami brgkat pagi2 ke gathering point Bandara, dengan tekad yg penting pantaaaii! gw emang aneh, penggila pantai yg ga bisa berenang.okesip ga usah diterusin bicara kekurangan gw

Sekitar pukul 12.20 an kapal pun merapat, semua peserta pun mengangkat semua barang bawaan untuk diangkat menuju kapal kayu. Perjalanan menuju pulau kelor memakan waktu sekitar 30 menitan. Dengan kondisi cuaca yang sangat cerah dan ombak yang cenderung belum tinggi kapal berlayar menuju pulau itu. Diperjalanan saya melihat aliran sampah, seperti sebuah garis yang membentang dan membelah lautan, aliran sampah itu teramat sangat menyakitkan. Yuk mari kurangi penggunaan Styrofoam, serta mempergunakan barang yang bisa dipakai berulang.

Oh mami… Pulau kelor sangatlah indah, pulau kecil itu begitu menawan. Pantai yang lumayan bersih dengan pasir putih menghiasi sekelilingnya, namun sayang panas nya menyengat. Tentu saja semua bisa menikmati alam kelor yang sangat luar biasa indah ini. Dan disini Indri menjadi primadona para photographer. Semua lensa menyorotnya, semua takluk dibawah kakinya. Woala..

“sangat indah”

Pulau kecil ini sangat cocok untuk pasangan yang ingin melaksanakan poto prewednya, suasana serta panorama yang bisa diambil sangatlah pas dan menarik. Deburan ombak pun tidak begitu besar dengan desiran angin yang meniup sangat santainya.

Hanya ada satu kata yang bisa saya katakan untuk pulau kecil ini, indah, cantik, dan eksotis.

Akhir dari sebuah Perjalanan Photography

Sayonara

Setelah menghabiskan waktu di pulau kelor rombongan melanjutkan singgah ke pulau berikutnya, pulau onrust. Di pulau ini kami hanya sekitar 2 jam saja, untuk mengisi logistik sebelum berangkat ke Jakarta lagi. Kebetulan saya tidak menjelajahi pulau ini, maka saya kutipkan saja dari tulisan mba Laely

Kutip

Setelah itu kami ke Pulau Onrust, di sini banyak pengunjung dan tentu saja banyak penjual. Tidak semenarik Pulau Kelor, tapi di sini ada reruntuhan bangunan tua dan pepohonan yang asri, bukan hutan. Bagus juga untuk pemotretan. Tentu saja, acara kami kan judulnya Photography Gathering. Pesertanya lebih banyak yang suka dipoto dari pada yang moto. Namanya juga pecinta fotografi, bisa juga pecinta foto pribadi. Wkwkw.  Saya tidak punya kamera besar, hanya bawa kamera HP. Tidak punya kamera bagus tidak papa, yang penting pulang bawa oleh-oleh foto-foto bagus. :D.  Kami makan siang di Pulau onrust untuk kemudian dilanjutkan perjalanan kapal menuju ke Tanjung Pasir. Selanjutnya pulang ke rumah masing-masing.

End kutip

Sungguh menyenangkan dua hari acara gathering tersebut, banyak bertemu dengan teman baru, terutama teman yang sudah sangat mahir bermain kamera (berbeda dengan saya yang belum mahir berkamera, hanya mengandalkan intuisi untuk menulis saja)

“kami”

Terima kasih temans semua atas semua pengalaman indahnya

Matur nuwun untuk semua antusiasme nya

Thank you untuk semua keceriaannya

Arigato gozaimasta untuk semua hasil fotonya

 Tri H Sulistiyo, Jakarta 30 May 2012

(terima kasih untuk temans semua atas fotonya, Sehingga bisa melengkapi goresan sederhana ini, dikarenakan tanpa foto temans semua, maka goresan ini hanya akan menjadi susunan kata semu tanpa makna)

[Chapter 2] Pulau Rambut, Kelor, Onrust dalam cerita

dan kemudian cerita ini akan masih terus berlanjut…

Pulau Rambut 10.04 WIB

Acara pertama ialah Ice breaking yang dikomandoi oleh mba Any Re dan mas Eko Eshape dengan embernya. Semua riuh menjadi satu, semua lebur menjadi sebuah campuran yang semakin terikat oleh sebuah pemicu kecil di ice breaking itu. Dan tidak lupa peran Indriani Oka yang sangat bagus dalam memeriahkan sebuah show. Salut untuk mereka bertiga yang sangat kompak dalam mendirijeni acara. Namun, acara tersebut harus segera berakhir, karena makan siang yang ditunggu sudah datang. Makan siang dengan sayur kangkung dengan ikan tentu saja, yang sangat nikmat untuk mengisi logistik yang sudah kosong semenjak pagi hari.

“mengenal satu dengan yang lain”

Gerilya Di Hutan 14.00-16.00 WIB

Dibagi menjadi dua kelompok, kami mulai memasuki kawasan hutan lindung itu. Ada dua tujuan utama yaitu sarang burung (bird nest) serta menara pengawas. Memasuki hutan, kami disambut oleh Ular berwarna hijau dengan dipadu corak hitam dan emas yang sedang berteduh diatas rindangnya pohon, namun panasnya udara siang itu membuat sang predator hanya bermalas malasan dengan tidur menggelantung. Tak lama kemudian, rombongan besar sampai dipersimpangan jalan menuju tujuan utama. Disana, kami disambut oleh Biawak yang berlengak lenggok seolah berada di atas biawakwalk. Semua lensa pun segera terbidik ke arah mas Biawak. Dipersimpangan tersebut, grup pertama langsung menuju ke menara pengawas, sedang grup kedua menuju ke bird nest. Kami pun melewati sarang Elang Laut, akan tetapi sang Elang tidak mau keluar dari sarangnya, dikarenakan dia sedang mengeram (Elang ini sebenarnya muncul lagi keesokan harinya, namun ketika mau dikejar, Elang itu sudah tidak nampak lagi).

 

“Bluwok”

 I wish I’m a bird,


Kata itu melintas sepersekian detik dimata keenamku. Begitu indah makhluk itu, dia terbang mengepakkan sayapnya, hinggap dengan eloknya, menukik dengan tajamnya serta berteriak dengan garangnya. Namun, banyak manusia yang tidak peduli akan keberadaan dan tempat tinggalnya. Semua mata lensa ini terus beradu, berusaha untuk menangkap setiap detail momen, berusaha untuk membingkai serta mengabadikanmu dalam sebuah frame bernama keindahan. Pak Hata, Mas Haris, Om Luq, Om Eshape, Mas Sandhal, Kang Novian serta temans yang lain pun tidak lupa berusaha menangkap itu semua. Perjalanan ini berakhir disebuah rawa yang merupakan jalan buntu, namun banyak keindahan yang nampak ditempat itu.

 

Berlanjut menuju ke menara pengawas, menara dengan struktur model derik ini masih kuat berdiri, kondisi yang sangat bagus untuk menara yang dibangun pada tahun 1980an. Dengan tinggi sekitar 15-20 meter, dengan rangka baja bentuk angle dengan profil 150×150 mm dilapisi coating yang berfungsi untuk melindungi dari laju korosi. Sesampainya disana, rombongan pun mulai memanjat. Angin bertiup dengan kecepatan lebih dari 20 km/ jam itu menghembus, membelai dan menyambut kami.  Hamparan hutan itu menampar mataku, angin itu masuk dalam jantungku, desiran ombak itu pun tidak lupa melambai kearahku.

                 “aku sadar aku kecil”

                “aku juga mengerti bahwa aku egois”

                “Engkau telah membunuhku”

                “dan aku hanya bisa terdiam membisu”

Menangkap Sunset

Sore hari sekitar pukul 17.00, rombongan ini bergerak mendekati spot untuk mendapatkan foto sunset. Diantara Styrofoam kami berjalan, kadang mengendap bak seorang tentara bayaran yang hendak menyergap musuh yang menanti dengan hulu ledak nuklirnya. Kami pun melewati jalanan Styrofoam  itu, beberapa kali saya digigit oleh nyamuk, melihat biawak yang lari untuk bersembunyi, karena kedatangan tamu asing. Beberapa menit kemudian akhirnya sampailah kami di spot itu. Semua kamera sudah mengarah ke penjuru sang surya menenggelamkan diri, bidikan demi bidikan itu menghujam satu demi satu, semua mengabadikan semua larut dalam suasana temerang nya sang surya.

“Sunset” 

Celetukan Kang WWB

 Malamnya, setelah makan malam dengan sup kerapu yang sangat luar biasa enaknya, Kombinasi bumbu yang sangat pas dilidah serta memanjakan rasa ini sembari menekuk dan menghancurkan daging kerapu yang begitu lembut. Manis, asam, asin serta pedas itu menandakan bahwa kehidupan itu pun terasa seperti itu.

 “sup kerapu”

Semua peserta gathering berkumpul di depan pondokan. Banyak games seru yang dilakukan, menulis indah dengan tubuh, bernyanyi, membaca dan tentu saja dengan beberapa dorprize yang sangat mengejutkan. Ada yang sangat menyegarkan, dan itu terucap dari celetukan-celetukan kang WWB, dengan gaya yang khas, walaupun sedikit klomoh. Namun karena keklomohan itu lah yang bisa membuat semua orang terpingkal, terjungkal dan terpuaskan. Salut untuk seniman Haiku dan Haiga ini. Satu kata saja ….. Luar biasa.

“sebuah gaya khas”

Peresmian KPK

Dab Irvan membuka latar belakang cerita akan kegiatan ini, sedikit cerita mengawali semuanya. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang diharapkan bisa dilanjutkan sehingga akan banyak hal positif yang dihasilkan, tidak hanya sebatas bertemu, namun keakraban ini diharapkan bisa terjaring dengan kuat, grup kecil ini diharapkan bisa mengionisasi teman yang lain untuk melakukan banyak hal yang positif.

Ya, akhirnya disetujui dengan suara mutlak bahwa namanya KPK.

 

“nama itu”

Menyambut Mimpi 23.00 >> Zzzzzt…

Malam sudah semakin larut, saatnya untuk menarik selimut. Sleeping bag itu saya gelar di bawah pohon, menatap langit berselimutkan angin laut yang menerpa dengan kalemnya. Nampak kesunyian malam dengan deburan ombak membelai pulau itu. Senyap, sepi dan sunyi mulai memberatkan kantung mata ini.

 

Dalam anganku terbayang,

Dalam setiap rasa

Yang tak kan pernah bisa hilang,

walau sekejap

Ingin selalu dekat denganmu,

Enggan hati berpisah,

Larut dalam dekapanmu, setiap saat

 

Selamat tidur Pulau rambut…

bersambung chapter-3

[Chapter 1] Pulau Rambut, Kelor, Onrust dalam cerita

Awalnya perjalanan ini dimulai dari sebuah obrolan santai, beberapa ahli kameragraphy mengemukakan sebuah gagasan, ide serta sebuah plot plan akan sebuah wadah kegiatan yang positif bagi alumni kagama, dan diharapkan semua energi ini bisa tersalurkan dengan pas dan terarah. Selanjutnya untuk menindaklanjuti ide tersebut dibentuk lah team kecil, dan team kecil ini ialah aktor sangat hebat dibalik suksesnya acara gathering Photography di pulau Rambut ini. Namun, sebelum melangkah lebih jauh lagi, mari kita urai siapa sajakah mereka ini.

 “terbingkai di Pulau Rambut”

Ada om Luq sang maestro Nikon dibantu oleh para wanita super seperti Sagung Indriani Oka, Anita Puspita Negara, Ulfia Mutiara, mba Aroem Naroeni, dan didukung penuh oleh Dewo sang bunga Seroja, tak lupa pula dab Irvan yang selalu support dengan sepenuh tenaga untuk semuanya. Tidak lupa pula big thanks untuk mas Haris Yunant untuk semuanya.

“the actor behind the Show”

Perjalanan ini dimulai dengan mematangkan semua konsep di Blok M, sebuah tempat dilantai lima Blok M Square. Menggenerate serta menganalisa semua persiapan dan memetakan serta mensimulasikan semua kebutuhan selama gathering. Dan setelah semua persiapan clear dan masalah terpecahkan, paginya perjalanan ini pun dimulai.

  

“at Blok M” 

Terminal B1 Soekarno-Hatta 08.00 WIB

Tempat ini merupakan stand pertemuan, kunci dari semua aliran peserta ada ditempat ini. Tangerang, Bandar lampung, Jogja, Magelang dan Jakarta menuju titik ini pada pagi hari, 26 May 2012. Pada pukul 08.00 tepat semua sudah berkumpul menjadi satu kesatuan yang utuh di tempat itu. Perjalanan dengan iring2an mobil pun segera dimulai untuk menuju titik point pertemuan kedua yang berada di tanjung pasir. Semua peserta sudah berkumpul ditempat itu, setelah dilakukan proses absensi dan perkenalan awal, semua peserta bergerak menuju ke dermaga, yang sayangnya kotor dengan sampah. Sebuah Boat tradisional yang terbuat dari Kayu sudah menunggu rombongan, kami pun bergantian satu demi satu naik ke boat tersebut. Segera saja rombongan itu pun diangkut menuju P.Rambut. Pada awalnya saya berpikir disana sangatlah ekstrim, tanpa ada aliran listrik dan sinyal, namun ternyata semua perkiraan saya salah besar.

“meeting point Soekarno Hatta”

Perjalanan dikapal pun sangat lancar, dengan deburan ombak yang sesekali menderu berusaha untuk menembus kapal kayu itu, logistik pun tidak luput dari terjangan air laut, ada beberapa tas yang basah terkena air asin. Kurang lebih 50 menit kapal ini mulai berlabuh di Pulau rambut, sekilas mengamati pada pandangan pertama, “oh My Dog….”

“naik kapal”

Rombongan pun segera menuruni perahu kayu itu, semua logistik diturunkan, namun ada satu keranjang buah lecy yang hilang? Kalau tidak salah ingat saya masih melihat box Lecy itu tergeletak di pantai, waktu itu saya sudah mengangkat box jeruk selain membawa carier di punggung. Namun, yasudahlah jika memang Lecy itu hilang.

Kondisi pulau rambut, sudah bisa dilihat dari beberapa foto yang beredar, bahwa sampah sudah menyerang dengan ganas tempat itu. Pulau dengan luas sekitar 45 Hektar itu dihuni beberapa satwa burung air (merandai) serta merupakan tempat transit burung migran. Ada sekitar 15 jenis burung air yang menghuni tempat itu (mardiastuti, 1992). Merupakan cagar budaya yang harus kita lestarikan dan kita jaga. Setelahnya semua peserta langsung membongkar bawaan dan beristirahat ditempat itu, sekedar untuk memecah rasa capek yang didapat dari perjalanan singkat tadi.

bersambung chapter-2

Sasaran KPK Gathering : Pulau Rambut

Reportase versi mbak Laeliyatul Masruroh

Pulau Rambut 0

Akhirnya keinginan saya ke Kepulauan Seribu jadi kenyataan. Setelah sekian kali janjian sama teman-teman, sulit mempertemukan jadwal pergi ke sana bersama, akhirnya ketika Group Kagama Virtual -Keluarga Alumi Universitas Gadjah Mada yang diawali bertemu secara virtual-,mengumumkan akan mengadakan reuni di Kepulauan Seribu, tanpa pikir panjang saya langsung daftar.

Untuk mendapatkan kesempatan ke sana, tidaklah terkabul begitu saja. Saat mendaftar, saya bahkan masuk waiting list dahulu, karena peserta terbatas 60. Lalu akhirnya bisa mendapatkan kesempatan setelah diantara 60 orang yang lebih dulu daftar ada yang membatalkan. Asiiik.

Beberapa hari sebelum berangkat, diantara sekian banyak teman itu, sejujurnya hanya satu nama yang benar-benar saya kenal cukup lama, yaitu Dhanti. Kami bersahabat sudah 10 tahun, sejak di kampus UGM. Lainnya, ada yang sudah kenal via Group BBM, sesama alumni JS, ataupun hanya lihat foto dan kalimat-kalimatnya yang beredar di Group Kagama. Eh iya, ada Ulfia, teman yang pernah sekali bertemu ketika acara reuni Kagama di MetroTV, Februari 2012 lalu. Malam sebelum berangkat, saya menginap di rumah Ulfia, karena paginya akan berangkat bareng dijemput mobil Mbak Ayi (Lestari Octavia).

Sebelum berangkat, saya mencari informasi tentang Pulau Rambut. Saat itu baru tahu pulau tersebut ternyata berupa hutan, berlumpur, tidak berpenghuni, dan tentu saja tidak ada penjual. Kami akan menginap di pos jaga atau bikin tenda, bukan di penginapan. Hah?! Terus terang, selama ini saya bukan termasuk orang yang suka jalan-jalan ke medan berat seperti hutan atau pegunungan. Saya hanya khawatir tubuh saya nggak kuat di medan seperti itu, lalu seandainya sakit akan merepotkan orang. Hehe. Ya sudahlah tidak apa-apa, yang lebih penting silaturrahimnya, bertemu kawan-kawan baru, sodara-sodara baru. Bertemu teman-teman sealmamater meski dulu di kampus sama sekali belum pernah bertemu, tetapi biasanya segera akrab dan seperti menemukan sodara lama.

Saya tinggal di Depok, yang ternyata tak jauh dari rumah Ulfia. Ketika Ulfia menjemput, dia bilang bawaan saya banyak banget. Dia bilang cuma bawa diri dan tas slempang kecil. Hah?! Saya pikir, saya membawa barang-barang sesuai dengan petunjuk panitia. Bahkan masih kurang, tidak membawa sleeping bag, karena tidak punya. Satu tas ransel digendong, satu tas tangan, satu lagi tas untuk jaket tebal. Isinya lengkap, baju 3 potong dan pakaian dalam, peralatan mandi, mukena, selimut tebal, obat-obat pribadi, kaos kaki, kaos tangan, topi, senter, make up, cemilan, dan air mineral 1800 liter. Bahkan tadinya saya mau bawa koper beroda. Beginilah tipikal anak rumahan yang hendak pergi ke hutan, rempong! 😀

Lalu, pagi-pagi kami dijemput Mbak Ayi dan Mas Sholeh, di jalanan kami mengangkut juga Mbak Andi Rahmah, Mbak Raisah, Pak Endro, dan Pak WWB. Satu mobil berdelapan! Saat di Bandara Soekarno Hatta barulah kami bertemu dengan teman-teman lain, wajah-wajah yang bagi saya asing.

Dari bandara, kami menuju Tanjung Pasir untuk persiapan naik kapal dan pembagian kaos. Kaosnya ada dua warna, hitam dan putih, desainnya OK banget, meski ukuran terkecil M masih kedodoran buat saya. Di sini suara toa Indri, panitia acara, terdengar untuk pertama kali, untuk mengabsen dan membagi kaos.

Pulau Rambut 1

Lalu, kami naik kapal menuju Pulau Rambut. Saya lupa menghitung waktu, tapi kira-kira 1 jam. Gelombang air laut sedang cukup besar, yang mabuk laut disarankan minum obat.

Sampai di bibir pantai Pulau Rambut, kami disambut dengan sampah-sampah berserakan. Sayang sekali area konservasi seperti ini dipenuhi sampah yang tidak bisa terurai. Banyak plastik, karet ban bekas, sandal jepit, sepatu, juga beberapa sandal bermerk, sayangnya cuma sebelah. Haha.

Setelah meletakkan barang bawaan, suara toa Indri kembali memanggil kami. Sembari menunggu makan siang datang, kami berkenalan dengan permainan. Nama saya Laeli, saya ingin ke Bulan membawa Lampu Peromaks. Boleh? “Boleh.” Kata teman-teman. Sip! Siapa namamu? Lalu, permainan Hujan Badai. Selanjutnya kami dibagi kelompok laki-laki dan perempuan, untuk permainan lagi. Pokoknya seru deh.

Pulau Rambut 3

Makan siang telah siap. Makan siang didatangkan dari pulau seberang. Pulau Untung Jawa, pulau terdekat dengan Pulau Rambut. Di Pulau tersebut konon airnya tidak asin. Nuansa di Pulau untung Jawa juga konon seperti di kota, banyak rumah dan area pertokoan. Kami makan siang yang enak. Ikan laut bakar, sayur kangkung, cumi tepung goreng, dan sambal kecap yang mantap. Mungkin karena ikannya segar ditambah rasa lapar, dilidah rasanya sangat lezat.

Setelah jamaah shalat dhuhur yang di-jamak-qosor dengan ashar, kami berangkat menyusuri hutan, kelompok saya menuju Menara Pandang, untuk melihat bermacam burung yang beterbangan dan duduk di ranting pohon. Menara dibuat dari baja, kami perlu menaiki tangga yang cukup membuat jantung berdebar. Apalagi bagi yang takut ketinggian. Turunnya lebih menyeramkan. Tetapi menyesal kalau tidak mencoba. Karena di atas sana, pemandangannya sangat indah. Jika pakai topi, pastikan terikat kuat. Karena topi salah satu teman kami terbang ditiup anging, nyangkut di tajuk pohon.

Di sepanjang jalan setapak menuju ke sana, kami menemukan pohon dari keluarga Jeruk, kata pemandu jalan, itu tanaman endemik Pulau Rambut. Banyak juga ditemukan Jati pasir, Waru Pantai, Kepuh, dan gadung. Buah kepuh sekilas dari jauh seperti apokat, begaitu juga pohonnya. Umbi gadung ini juga berserakan di sepanjang area hutan, untuk memakannya perlu pengolahan khusus.

Sepanjang perjalanan tidak saya temukan sama sekali tumbuhan keluarga benalu. Hanya ada jenis liana entah apa namanya yang menempel di pohon. Batangnya menempel dan menembus batang tanaman inang, namun akarnya menghujam ke tanah, saya yakin bukan dari keluarga benalu. Mungkin juga karena burung-burung di sana juga didominasi oleh burung sejenis elang, pemakan ikan. Hanya sedikit burung yang memakan buah-buahan. Sedangkan penyebaran biji benalu dibantu oleh burung-burung jenis tertentu.

Biawak narsis di Pulau Rambut 6
Biawak narsis di Pulau Rambut 6

Di sebuah papan di dekat pos jaga, juga terdaftar sejumlah hewan yang bisa ditemui di pulau tersebut. Diantaranya yang besar seperti biawak dan ular berbisa cincin emas. Dalam perjalanan, kami menemukan keduanya. Ular cincin emas kami temui di atas pohon. Menurut penjaga pantai, ular itu sudah seminggu di atas pohon tersebut. Biasanya setelah makan tikus atau bangkai burung, mereka tertidur cukup lama. Sedangkan biawak ditemukan ketika hari menjelang sore. Biawak ini pergi ke pantai pada pagi hari, lalu sorenya pulang ke hutan untuk kemudian tidur di bawah gorong-gorong di sekitar pohon besar.

Di dalam hutan, ada banyak rawa yang ditumbuhi pohon bakau, patahan koral dari laut berserakan seperti tulang diantara akar nafas yang muncul di sana sini. Banyak lubang di sana sini, konon lubang pintu rumah kepiting besar. Saya lulusan Biologi, tapi sepertinya baru pertama kali lihat langsung dari dekat ekosistem seperti ini. Huahahaha.

Setelah jalan-jalan masuk hutan, kami kembali lagi ke Pos Jaga dan tenda. Lalu menjelang magrib, sebagian besar kami masuk hutan lagi ke suatu area untuk mengabadikan momen sunset. Saya berada di rombongan terakhir. Sekitar 6 orang rombongan terakhir ini kehilangan jejak peserta di depannya. Maka kami bolak balik coba-coba arah malah nyasar, akhirnya balik ke tenda. Kami bingung, harus lari ke hutan atau belok ke pantai. Mungkin ini yang dirasakan oleh panyair puisi Kulari ke Hutan, yang dibacakan Dian Sastro dalam film Ada Apa dengan Cinta. Halah! Saya menuju ke dermaga bergabung dengan teman yang sudah ada di sana sejak tadi. Teman yang lainnya yang tadi nyasar, berangkat lagi setelah menemukan satu pemandu yang paham area.

Pulau Rambut 2

Saya menghabiskan senja di dermaga, menikmati matahari yang perlahan tenggelam. Kawanan burung bolak balik terbang, ombak masih terus berdebur kencang. Indah sekali. Menikmati sunset sembari mendengarkan cerita teman-teman angkatan yang lebih tua, tentang kuliah dan kos jaman dulu, jaman mesin ketik. Seru dan serasa saya masih muda banget. Wkwkwk.

Kami berkumpul kembali saat magrib untuk ibadah dan mandi, bagi yang tertarik mandi. Perlu diketahui air asin dan tidak berbusa ketika disabun. Menurut petugas jaga, hanya sabun L*febo* dan sampo *ante** yang mampu menghasilkan busa. Mereka sudah sekian lama di sana, sekian kali uji coba sabun dan sampo. 😀

Malamnya kami makan sup ikan dan tumis cumi. Enak sekali. Acara santai ngobrol apa saja. Lalu permainan dipandu oleh Mbak Any Re dan Mas Eko Eshape. Gayeng. Acara selalu heboh jika ada Koh Ivan dan Pak WWB. Banyak permainan, banyak dorprize. Sayangnya saat itu perut saya melilit, datang bulan tiba, obat pereda sakit gak ketemu, akhirnya cuma duduk menyimak.

Pulau Rambut 4

Paginya, sesaat usai subuh kami berangkat ke bagian timur Pulau untuk mengabadikan momen sunrise. Matahari muncul dari sebelah pulau Untung Jawa. Banyak burung terbang, ombak yang berdebur, dan tajuk pohon membuat sunset terekam sempurna. Sayangnya ada penampakan jalan-jalan sehingga mengganggu pemandangan. Wkwkwk. Kami mengambil momen tersebut diantara sampah-sampah berserakan. Plastik, botol, karet, boneka, sandal jepit, sepatu, dan sayangnya lagi-lagi tidak ada sepatu bagus yang sepasang berserakan. Mau buat oleh-oleh je! 😀

Selanjutnya kami balik ke tenda untuk makan pagi. Kemudian acara tanam hutan mangrove. Acara tanam bakau di Pulau rambut bagian utara. Perjalanan menyusuri pantai, lalu belok hutan. Lagi-lagi, serasa berada di puisi Tentang Kita yang dibacakan Dian Sastro. Setiap peserta dapat satu bibit bakau. Kami menanam di tanah rawa, diantara pohon bakau lainnya. Kemudian, acara bersih pantai, dengan mengumpulkan sampah ke dalam plastik-plastik besar. Sampah banyak sekali di Pulau Rambut karena ada 13 mulut sungai dari Jakarta dan Tangerang yang menuju ke Pulau tersebut. Kami berhasil mengumpulkan sekian plastik besar, mungkin ini tidak seberapa untuk membersihkannya, tapi setidaknya kami mengurangi sampah dan tentu saja jangan sampai menambah. Sampah-sampah yang sudah terkumpul dalam sekian plastik besar tersebut nantinya akan dibawa oleh petugas ke tempat pembuangan akhir di Pulau Untung Jawa, untuk dibakar di sana. Di Pulau Rambut tidak diijinkan menyalakan api untuk membakar sampah ataupun sekedar menyelakan api unggun. Mungkin karena di sana anginnya kencang dan dekat dengan hutan, banyak ranting kering, dikhawatirkan terjadi kebakaran hutan.

Setelah dari tanam bakau, selanjutnya acara bebas. Ada yang menghabiskan waktu di dermaga, atau sekedar memuaskan mendengarkan ombak sembari merebahkan tubuh di rerumputan. Toa Indri masih selalu terdengar, kali ini tentang kesan-kesan teman-teman mengikuti kegiatan ini. Hei acara belum selesai, karena masih ada 2 pulau yang akan kita lalui.

Setelah berkemas dari Pulau Rambut kami berkapal menuju Pulau Kelor. Perjalanan sekitar 30 menit. Dari jauh, pulau ini nampak eksotis. Dari dekat, ternyata memang indah. Pasirnya putih dan lebih bersih dibandingkan Pulau Rambut. Yang khas adalah sebuah benteng yang dibangun dari batu bata. Bagus sekali untuk foto-foto. Juga puluhan atau bahkan mungkin ratusan tetrapod beton yang sengaja ditanam di bibir pantai. Palau Kelor dipotret dari kapal.

Setelah itu kami ke Pulau Onrust, di sini banyak pengunjung dan tentu saja banyak penjual. Tidak semenarik Pulau Kelor, tapi di sini ada reruntuhan bangunan tua dan pepohonan yang asri, bukan hutan. Bagus juga untuk pemotretan. Tentu saja, acara kami kan judulnya Photography Gathering. Pesertanya lebih banyak yang suka dipoto dari pada yang moto. Namanya juga pecinta fotografi, bisa juga pecinta foto pribadi. Wkwkw. Saya tidak punya kamera besar, hanya bawa kamera HP. Tidak punya kamera bagus tidak papa, yang penting pulang bawa oleh-oleh foto-foto bagus. :D. Kami makan siang di Pulau onrust untuk kemudian dilanjutkan perjalanan kapal menuju ke Tanjung Pasir. Selanjutnya pulang ke rumah masing-masing.

Akhirnya sampai rumah dengan selamat, membawa kenangan yang tak terlupakan. Menemukan teman-teman baru, sodara-sodara baru, dan tentu saja foto-foto bagus dari kamera kawan-kawan fotografer. Terima kasih untuk semuanya yang telah mengupayakan acara ini, sehingga semua berlangsung dengan penuh kesan.

Menanam Pohon Bakau di Pulau Rambut
Menanam Pohon Bakau di Pulau Rambut

Diunggah dari notes Facebook mbak Laeliyatul Masruroh

+++

Foto-foto diambil dari sini dan dari FB hasil karya para fotografer KV

Couching Clinic Photography di Pulau Rambut

“Sekarang ini semua camera sama saja kok, mau Nikon atau Canon pada dasarnya sudah sama. Beda dengan kondisi sepuluh tahun lalu, dimana dua penganut agama (Canon dan Nikon) saling mengklaim merk yang mereka panuti sebagai merk terbaik”

“Benar, kalau mau yang prestise jangan bicara Canon atau Nikon, tapi bicara Hasselblad. Ini camera yang harganya sudah ratusan juta”

“Hahahaha…. padahal spesifikasinya tidak jauh beda dengan Canon atau Nikon ya”

“Kalau mau lagi, boleh tuh tenteng Leica yang harganya sudah milyard”

nikon canon

Diskusi para penggemar fotografi di pulau Rambut ini berlangsung seru. Ilmu para peserta diskusi ini memang sangat beragam dan sangat jauh bedanya, sehingga saat kuusulkan untuk secara resmi diadakan Couching Clinic, mereka malah keberatan. maklum kalau pesertanya tidak homogen mereka akan kesulitan memberikan materinya.

Peserta gathering para pecinta fotografi di Pulau Rambut ini memang terdiri dari berbagai kelas, mulai dari yang tidak bawa camera, yang bawa camera tapi masih sangat amatir, sampai yang sudah tingkat profesional, meskipun mereka tetap tidak mengaku sebagai tukang foto profesional.

Jadilah couching clinic dilakukan secara langsung di lapangan. Kita perhatikan mereka saat melakukan pemotretan dan kita tanya yang bisa kita tanyakan.

Nikon dari NU (Non UGM)

“Lampu blitz jadi barang haram bagi sebagian tukang foto, karena akan mengurangi nilai natural sebuah obyek”

“Teknik slow speed sangat rentan terhadap gangguan obyek yang tidak diinginkan, jadi lokasi pemotretan harus bebas dari gangguan obyek yang tidak diinginkan oleh pemotret”

Perbedaan tingkat pemahaman dari para peserta acara ini akhirnya menjadi sebab terjadinya beberapa gangguan sesi pemotretan dengan modus slow speed. Frame yang sudah disetel sedemikian rupa ternyata dimasuki oleh obyek yang tidak diinginkan. Hal ini terjadi karena pemahaman yang jauh berbeda terhadap sesi pemotretan sunrise.

Canon

Paa sesi pemotretan tanpa lampu di malam hari hal ini tidak terjadi, karena semua peserta lebih banyak yang ngobrol di tenda, teras maupun meringkuk di kamar, tapi pada sesi pemotretan sunrise, hampir semua peserta ikut di lokasi pemotretan. Para tukang fotopun bisa melakukan explore dermaga dalam gelap malam. Mereka baru berhenti motret ketika batere camera sudah tidak bisa diajak bekerja lagi.

Pada sesi pagi (sunrise), gangguan pertama diawali dari camera pocket yang disetel otomatis, sehingga langsung menghidupkan lampu kilat ketika dipakai untuk memotret.

Gangguan kedua terjadi ketika ada seorang peserta yang berjalan di dalam frame camera. Ketika diminta untuk balik ke pantai dan tidak berdiri di tanggul pantai, dia merasa tidak perlu balik ke pantai, karena dia tidak menyadari bahwa dia sudah masuk dalam frame para pemotret dan sosoknya akan menganggu bidikan para pemotret. Mungkin dia mengira para pemotret mengkhawatirkan dia jatuh ke laut, padahal dia tidak takut jatuh ke laut, jadi kenapa harus balik ke pantai?

Bukaan camera yang berlangsung sampai beberapa menit akan merekam jejak orang yang berjalan di atas tanggul pantai sebagai obyek yang tidak jelas, kecuali kalau orang tersebut mampu diam tanpa bergerak selama kondisi lensa camera sedang merekam gambar.

Ternyata memang sangat asyik mengikuti para profesional melakukan pengambilan gambar. Pada sesi pemotretan burung atau binatang melata, cara pemotretan berbeda lagi. Perlu ada kecepatan yang tinggi untuk menangkap obyek bergerak dan siap mengikuti pergerakan obyek bergerak dengan tembakan ganda, bukan tembakan tunggal.

“Kalau motret burung dan matanya tidak kelihatan rasanya kurang mantap”

“Jadi ingat cameranya mas RDP yang bisa memotret secara beruntun seperti senapan mesin”

“Jangan menakuti obyek, jangan memakai pakaian yang mencolok, dekati dengan hati-hati obyek yang mau dipotret dan jangan sampai obyek terganggu dengan kehadiran kita”

Mengintip obyek dibalik rimbun dedaunan

Dari balik rimbun hutan, para pemotretpun saling berlomba membidik binatang buruan mereka. Sepatu yang cocok, topi dan baju lengan panjang wajib dipakai untuk menghindari gangguan selama pemotretan. Beberapa tempat memang membuat sandal kita jadi hancur, demikian juga kulit kita jadi sering kena duri kalau tidak memakai baju lengan panjang.

Kotoran burung sempat kuterima dan meskipun sudah memakai topi, tetap saja kotoran burung itu membasahi baju dan kulit leherku. Banyak sekali kendala saat melakukan sesi pemotretan ini, tetapi herannya semua tetap bersemangat untuk keluar masuk hutan. Sesi pemotretan di hutan memang mengundang bekerjanya adrenalin di tubuh.

“Ayo mas Eko, masuk hutan lagi, lumayan sejam bisa dapat banyak foto sambil nunggu kedatangan kapal”

“Gak usah pakai baju macem-macem, pakai sarung saja sudah beres”

Ajakan ini terpaksa tidak kuikuti karena ada acara pesan dan kesan para peserta sebelum dijemput kembali ke pulau Jawa bagian teluk Naga. Acarapun ditutup dengan sangat manis, karena ternyata semua kesan peserta sangat puas dengan acara ini.

“Saya sudah menyiapkan diri untuk hidup sengsara di pulau Rambut ini, tanpa air tawar, tanpa listrik dan tanpa warung”

“Mandi pakai sabun tetap tidak terasa sedang mandi. Airnya asiin banget”

“Ada cerita seram di balik pulau Rambut ini yang bikin merinding”

Semua hal negatip itu hanya disampaikan tetapi tetap tidak menyurutkan kenikmatan mereka mengikuti acara gathering para pemotret Komunitas Kagama Virtual. Luar biasa semangat kebersamaan ini.

hunting foto

(bersambung)

+++

Spesifikasi Leica H4D-40 adalah sebagai berikut; sensor medium format beresolusi tinggi 40 MP, Hasselblad True Focus dan lensa HC 80mm f/2.8.

Kagama Virtual Gathering : Pulau Rambut

“Suami saya tidak bisa ikutan, jadi saya ajak anak untuk ikut acara ini. Pas lihat perahu yang akan membawa rombongan kita ke Pulau Rambut, hati langsung ciut. Sayang mobil saya sudah terlanjur pulang, jadi akhirnya ikut terbawa arus dan ikut naik perahu. Alhamdulillah, ternyata acaranya keren banget !:-)”

“Saya bukan alumni UGM, tapi ternyata saya langsung akrab dengan peserta gathering photografi ini. Acaranya sangat padat dan menarik. Terima kasih sudah diajak”

“Saya berangkat dengan perasaan akan menjadi yang paling narsis di acara ini, ternyata peserta lain banyak yang lebih narsis dibanding saya”

“Acara yang sangat menarik, apalagi saya langsung mendapat pasien di acara ini. Rekening menyusul ya !:-)”

Berbagai macam testimoni para peserta hampir semuanya senada, meskipun diucapkan dengan gaya berbeda. Ini memang acara gathering yang sangat luar biasa. Baik dari sisi acara, maupun lokasi yang dipilih, Pulau Rambut.

Pulau Rambut

Sebagai pulau yang tertutup untuk kegiatan wisata, maka adalah sebuah keberuntungan rombongan alumni UGM bisa melakukan eksplorasi pulau Rambut ini, dengan ditemani para tukang foto profesional yang tidak pelit ilmu. Tuan rumah dan tamu begitu menyatu dalam semua acara dan saling bersinergi.

Meski sangat sedikit, hanya ratusan buah, rombongan sempat melakukan acara menanam pohon bakau, sebagai kepedulian kita akan rusaknya ekosistem di kepulauan seribu. Pulau yang tidak dipakai untuk kegiatan komersial ini, ternyata secara rutin selalu menerima kiriman sampah dari pulau lain. Sepanjang keliling pulau ini tumpukan sampah merata dan terlihat bukan dari hasil sampah dari pulau ini. Berbagai macam sampah rumah tangga dan styrofoam terlihat mendominasi sampah yang ada di sekeliling pulau.

Inilah PR (pekerjaan rumah) kita semua.

Menanam pohon bakau di Pulau Rambut
Menanam pohon bakau di Pulau Rambut

Pulau Rambut sebenarnya sangat indah, tapi kalau dibuka untuk umum, tidak bisa dijamin pulau ini akan lebih baik dari kondisi saat ini. Hanya mereka yang cinta akan margasatwa dan ekosistem yang dijamin akan ikut membuat pulau ini menjadi lebih baik.

Rombongan alumni UGM termasuk dari kalangan NU (non UGM), mendarat di pulau ini menjelang makan siang dan langsung kuikat dengan beberapa permainan. Aku awali dengan saling bergandeng tangan, saling memijat sambil bergerak untuk menghilangkan efek males atau capek setelah menyeberang lautan yang berombak.

Perkenalan para peserta kulakukan dengan menyebutkan nama dan barang yang akan mereka bawa bila pergi ke Bulan. Ternyata banyak peserta yang bsia memahaminya dan seperti biasa masih juga ada peserta yang sampai acara selesai belum paham juga dengan “clue’ dari permainan ini.

“Nama saya Eko dan saya akan ke bulan dengan membawa Ember !”

“Nama saya Ona dan saya akan membawa Odol”

Dari dua hal tersebut tentu sudah bisa ditebak hubungan antara nama dan barang yang akan dibawa, tetapi ternyata, seperti biasa, selalu saja ada yang sampai acara selesai masih juga belum paham. Ini memang kelebihan game sederhana “Mau Pergi ke Bulan”.

Setelah acara perkenalan, maka dilanjutkan dengan acara pertandingan antara kelompok cewek dan kelompok cowok yang ternyata jumlahnya berimbang. Permainan ini dimenangkan oleh kelompok cewek, sehingga mereka berhak untuk makan siang lebih dahulu, sementara para cowok melanjutkan persiapan hunting ke hutan untuk menyaksikan satwa, baik yang melata di tanah maupun dan terutama satwa yang terbang di aatas pohon.

Begitu makan siang selesai, maka para cewekpun sudah siap dengan perlengkapan hunting mereka. Mulai dari camera jenis ponsel sampai ke camera semi profesional. Sedangkan beberapa pecinta foto profesional memang terdiri dari kaum bapak yang mempersenjatai dirinya dengan camera plus telelens di atas 300 mm.

Hasil jepretan mereka jelas jauh di atas hasil jepretanku yang hanya mengandalkan Nikon D5100 plus lensa 18-270 mm alias lensa sapu jagad (bersambung)

burung terbang di Pulau Rambut
burung terbang di Pulau Rambut

Wisata ke Pulau Rambut

Wisata ke Pulau Rambut
oleh 
Eko Eshape

Sabtu-Minggu ini, 26-27 Mei 2012, rombongan cowok dan cewek yang tergabung dalam Kagama Virtual akan berwisata lingkungan ke Pulau Rambut. Inilah lokasi burung-burung bebas berkeliaran dan tugas kita mengabadikan serta merawat habitatnya.

Untuk teman-teman yang akan kePulau Rambut, ini himbauan dari panitia :

PERSIAPAN DAN PERLENGKAPAN

Pulau Rambut merupakan kawasan suaka margasatwa sehingga tidak ada kehidupan sosial masyarakat, hanya ada beberapa bangunan yang dipakai sebagai pos jaga/tempat istirahat, yang nantinya akan digunakan untuk tempat menginap untuk kita, untuk itu ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan ;

  1. Membawa topi rimba dan baju lengan panjang untuk menghindari serbuan kotoran dan muntahan burung. Jika terganggu para penghuni Pulau Rambut sering mengebom dengan kotoran dan ikan yang sudah diproses di temboloknya.
  2. Bilamana khawatir dengan sunburn selama perjalanan dengan kapal, ada baiknya memakai sunblock.
  3. Membawa lotion anti nyamuk bisa membantu mengurangi serbuan nyamuk hutan, meskipun begitu Pulau Rambut bukanlah daerah epidemik Malaria.
  4. Memakai sepatu boot atau sepatu trekking, namun cukup menggunakan sepatu gunung bilamana trekking berjalan mengikuti jalur yang sudah ada.
  5. Membawa air minum 1,5L (wajib) dan makanan pribadi (bagi yang suka ngemil) karena di pulau ini tidak ada pedagang yang berjualan.
  6. Membawa kamera (baik itu kamera HP, kamera poket maupun d/SLR) untuk mengabadikan moment dan temen² disana. Untuk kamera d/SLR disarankan membawa lensa tele (>200 mm)
  7. Membawa teropong untuk acara birdwatching bilamana punya. Pihak BKSD hanya menyediakan beberapa buah saja.
  8. Membawa obat²an pribadi (wajib) untuk mengantisipasi bilamana penyakit datang tiba².
  9. Membawa raincoat dan plastik besar atau tas kedap air untuk mengamankan kamera, teropong, dan peralatan elektronik bilamana hujan turun.
  10. Membawa sleeping bag bilamana merasa lebih nyaman untuk tidur atau alergi terhadap udara malam
  11. Membawa senter untuk membantu penerangan di malam hari & colokan listrik universal/colokan T/roll cable untuk berbagi listrik ketika men-charge peralatan elektronik yg dibawa.
  12. Peralatan Ibadah
  13. Tissue basah
  14. Baju ganti untuk bila ingin berbasah-basahan
  15. Alat pancing bilamana ingin memacing
  16. Sun Glasses untuk bergaya

Rasanya pingin segera pagi dan meluncur ke Pulau Rambut. Tunggu ya hasil foto-foto di pulau rambut ya. Cuma lagi kesulitan nih. Milih bawa Canon 60D atau Nikon D5100 atau G12 Canon saja ya?

  1. Lensa Canon 60 D : 18-55 mm dan 55-250 mm
  2. Lensa Nikon D5100 : 18-55 dan 18-270 mm
  3. Canon G12 : 5x optic dan 20x digital zoom

Nah pilih mana hayo?