Corone HUMAS dadike UGM sebagai „Top of Mind Awareness (TOMA)“

Corone HUMAS dadike UGM sebagai „Top of Mind Awareness (TOMA)“

(Tanggapan saya atas berbagai diskusi pada postingan sebelumnya: “Surat Terbuka buat Rektor UGM”)

Yth Humas UGM dan teman KAGAMA semua,

Terima kasih atas berbagai tanggapannya. Saya yakin warga KAGAMA menyambut gembira dikarenakan pihak Humas UGM bersedia berbicara langsung dengan warga ini. Oleh karena itu, ijinkan saya membuat tanggapan balik. Neng, nulisnya sambil santai wae yo. Lha wong ini bukan Executive Summary untuk Implementasi Standard Software SAP je :d

KEY INDICATOR PERFORMANCE:

Pedoman terpenting bagi kami (pihak alumni) dalam menilai kinerja Humas UGM adalah: “Apakah UGM telah menjadi Universitas “Top of Mind Awareness” dalam persepsi masyarakat Indonesia?” Continue reading

Surat Terbuka buat Bapak Rektor UGM

Surat Terbuka buat Bapak Rektor UGM
Ferizal Ramli

Yth Bapak Prof. Dr. Ir. Sudjarwadi, M.Sc.
Rektor Universitas Gadjah Mada
di tempat

Saya punya kecintaan yang tinggi buat UGM. Untuk itulah ijinkan saya menulis dari sudut rasa cinta saya.

Pertama, menurut saya, HUMAS UGM adalah salah satu titik terlemah dari sebuah mata-rantai kinerja UGM. Jika melihat segudang catatan prestasi maka sebenarnya sangat sulit UGM bisa diimbangin oleh universitas manapun di Indonesia. Hanya berbagai prestasi ini menjadi “sia-sia” saat divisi Humas UGM gagal mengkomunikasikan ke masyarakat secara efektif.

Divisi Humas gagal membangun sinergi dengan berbagai media yang mempunyai reputasi dan kredibilitas tinggi di tanah air. Akibatnya, liputan tentang prestasi UGM amat sangat minim yang sampai ke masyarakat. Banyak sekali berita baik UGM paling cuma terekspos pada level Website kampus dengan konten informasi yang begitu minimalis. Continue reading

Mengapa UGM tidak bisa kalahkan Harvard?

Mengapa UGM tidak bisa kalahkan Harvard?
Ferizal Ramli

Jujur saya sampai hari jutek, ndak habis pikir!

Masuk UGM itu sulit. Jauh lebih sulit masuk Universitas manapun di
Eropa, Inggris dan USA (kecuali USA Universitas tertentu)

Kenapa? Persaingan masuk UGM itu lebih ketat. Puluhan ribu orang
berebut untuk 1 tempat di UGM. Berarti ini saringan yang benar-2 amat
kecil dan hanya yang bener tangguh yang bisa lolos. Semua orang
Indonesia berebut masuk UGM.

Bandingkan di Universitas Eropa termasuk Inggris. Saya bisa mudah
mendaftar di Uni München atau Hamburg atau Berlin atau Koln atau
Frankfurt, dll. Tidak diterima di satu Universitas maka saya kuliah di
Universitas lain.
Begitu juga di Inggris saya bisa daftar di Birmingham, Lancaster atau
Manchester atau Liverpool atau Leeds. Jika ndak terima yang satu maka
saya kuliah ditempat lain.

Artinya, di Inggris (325-an Uni) atau Jerman (375-an Uni) itu orang-2
pinternya tersebar kemana-2 dan yang kuliah di Universitas mereka
TIDAK semua orang pinter pilihan. Karena tawaran kursi itu ada di
ratusan universitas maka persaingan untuk dapat kursi relatif mudah.

Di UGM beda. UGM rebutan se Indonesia. Jadi, hanya yang terbaik se
Indonesia kuliah di UGM.

Lah kenapa UGM bisa ndak lebih hebat dari universitas Eropa padahal
SDM UGM terbaik? Harusnya UGM itu diatas Harvard!

PS.
Jangan anda samakan dengan anda kuliah di Eropa dari hasil bea siswa.
Memang itu sulit. Sulitnya, bukan diterima di Universitas mereka.
Sulitnya pada titik kuliah gratis dan makan dijamin alias titik untuk
mendapatkan bea siswa itu yang sulit. Tapi diterima di Uni Eropa itu
jauh lebih gampang dari pada diterima di UGM dengan catatan lulus
TOEFL.

Terimakasih atas Doamu Ibu…

Terimakasih atas Doamu Ibu…
oleh Ferizal Ramli

Suatu ketika di tahun 1993-an, seketika status ekonomi keluarga jatuh pada titik nadir secara dramastis. Dari seorang anak yang berkecukupan yang ayah bekerja sebagai pelaut Pertamina menjadi anak seorang janda yang ndak berdaya. Semua hancur dalam sekejap. Hancur beserta air mata.

Tidak ada uang kuliah. Tidak ada uang makan. Tidak ada kamar kost. Tidak ada buku. Tidak ada transportasi. Nichts! Nothing! Tidur nomaden, numpang dari kamar kost teman satu ke kamar kost teman lainnya. Makan, minta dari teman yang satu ke temen yang lain. Boro-2 mau lulus kuliah, lha wong untuk makan besok aja belum tentu bisa. Lha wong untuk nanti malam tidur dimana aja ndak tahu kok.

Dalam posisi yang begitu sulit, suatu hari sang Mama datang ke asramaku yang kutempati gratisan. Bersama sang Adik perempuan yang baru naik kelas 2 SMU, sang Mama yang terlihat lelah getir tetap bicara tegar meskipun lirih:

„Ferizal, ini adikmu. Mama ndak mampu membiayai dan menyekolahkan. Tolong selamatkan dia. Sekolahkan dia kalau kamu mampu. Kamu tahukan, adikkmu sangat pandai. Sayang sekali harus putus sekolah“, begitu kata sang Mama tegar dan tabah. Mama akan selalu berdoa untukmu dan masa depan adikmu.

Continue reading