PNS, Hotel dan Garuda Indonesia
satu hari ini saya dan beberapa teman kantor saya cukup asyik berdiskusi tentang isu alias gosip tentang adanya kebijakan bahwa PNS tidak boleh naik pesawat Garuda ketika melakukan tugas kedinasan di luar daerah. Selain itu PNS juga tidak boleh lagi melakukan rapat atau konsinyering di hotel. kalau ini sepertinya sudah bukan gossip lagi karena Menteri PAN dan RB sudah membuat
(walau belum ada edaran resmi nya). Kebijakan Menteri PAN dan RB ini (katanya) membuat banyak pengusaha
hotel protes.
“Industri dalam negeri kita mau dihancurin. Garuda mau dilemahin. tuh kan jokowow berpihak pada asing!” kata salah satu teman, sebut saja Andi.
“Banyak orang yang gak tahu kalau PNS konsi di hotel atau melakukan perjalanan Dinas itu memberikan multiplayer effect ekonomi. PNS melakukan konsi…anggaran masuk ke hotel dan hotel bisa merangkul tenaga kerja dan lain lain. begitu juga dengan melakukan perjalanan, pake garuda juga memberikan perputaran uang pada maskapai.” jelas teman yang lain, sebut saja Budi.
“Well…tapi mari kita lihat juga temuan BPK dimana banyak kasus perjalanan dinas dan konsinyering yang bodong.” ungkap teman lain lagi, sebut saja Cepi.
Aku pun nimbrung…”Sebenarnya efektif tidak sih kita melakukan rapat di hotel itu? jujur saja…enggak kan?!”
Entah saya cukup heran mengapa begitu pesimis dengan PNS tidak rapat di hotel? PNS tidak memakai Garuda? akan sebegitu bangkrutnya kah dua usaha itu dengan kebijakan itu?
Asal muasal ada kebijakan PNS rapat di hotel dan keluar daerah itu ketika tahun 2003an dimana industri pariwisata kita jatuh karena bom Bali. nah PNS dengan menggunakan Anggaran negara disuruh untuk rapat di hotel dan di luar daerah agar industri pariwisata bangkit. PNS jadi kail pemerintah.
Tapi sekarang industri pariwisata sudah pulih. kebijakan anggaran pun perlahan (dilakukan dari tahun 2013) telah mengarahkan agar PNS kembali rapat di kantor. Secara teknis, itu terlihat jelas dengan Peraturan menteri keuangan di standar biaya (SBM) yang mengatur segala jenis kegiatan yang dilakukan di instansi pemerintah. Terlihat jelas biaya untuk melakukan rapat di hotel diperkecil, dan dimunculkan biaya rapat dalam kantor.
apa sebegitu tergantungnya roda perekonomian Hotel dan Garuda Indonesia pada APBN? apa tidak ada customer lain selain para PNS? toh saat ini wisatawan banyak, begitu juga pengusaha. Dan apakah para pengusaha hotel dan maskapai itu tidak memiliki inovasi bisnis agar gak selalu menggantungkan diri dari APBN.
Kalau masalah tambahan kesejahteraan PNS mengapa tidak anggarannya untuk membuat merit system yang lebih baik. Untuk tunjangan kinerja yang lebih baik bagi PNS yang kinerjanya gemilang. Ini juga meminimalisir temuan BPK dimana masalah perjalanan dinas dan konsiyering sering fiktif.
Selain itu anggaran tersebut juga dapat dialokasikan untuk permasalahan yang lebih pelik yaitu pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
Ah…saya hanya seorang PNS kroco yang hanya mencoba melihat sisi positif apapun kebijakan yang dijalankan di negeri ini.
Dan diskusi itu diakhiri dengan pernyataan Andi, ” Gue generasi galon, gagal move on.”
Halaaaahhh