Malam…

Malam…
Ketika selimut sepi menemani hari-harimu
Keceriaan itu hanya pengalih rasa
Senyum itu mengguratkan duka

Malam…
Mungkin engkau selalu kelihatan ceria
Seakan semua berjalan tanpa cela
Sampai langkah tegap mengukir makna

Malam…
Ketika waktu tergelincir pagi
Kegelisahanmu makin menjadi
Bahwa semua hari kian sepi

Malam…
Engkau ingin tersenyum manja
Bersama orang-orang tercinta
Bukan sekedar kata bersambut kata

Carikan Aku Sepertimu

Dawai kisah masa lalu
Menyeruak dalam angan kosong
Ketika keluguan mewarnai langkah
Antara mau dan senyum tersipu

Kadang aku tersenyum ragu
Mengapa langkahku serba lugu
Selalu kalah dalam kesigapan peran
Hingga menerima uluran tanganmu

Waktu terus berjalan sendu
Sering kita bicara antar hati
Walau terbatasi jendela berjeruji
Tapi mesra menyusup pasti

Sampai suatu ujung perpisahan
Ketika kita mengambil jalan berbeda
Engkau memohon penuh tersirat
“Carikan aku sepertimu…..”

Berasa kelu lidah terucap
Tiada kata pas kan terlontar
Sendu hati memaknai ucapmu
Duka menyusup dalam batas antara

Lepas waktu melewati sewindu
Ketika langkah menemukanmu
Santun kutanyakan kabarmu
Tapi engkau lupa permohonan nan lalu

Sementara aku sangat mengingatnya
Walau bukan janji bersama
Sementara aku mengukir prasasti rasa
Meramu kasih dalam doa-doaku

Katanya Menungguku

Pertemuan demi pertemuan
Pandangan demi pandangan
Bait kata terujar penuh makna
Langkah berdua seakan tertuju sama

Kami dalam keluguan cinta ingusan
Ingin bertemu sepanjang waktu
Tanpa tahu kenapa begitu
Hanya senyuman slalu jadi penantian

Suatu kesempatan
Kami duduk di rerumputan
Tiada rayuan dan selalu jarak aman

Suatu kesempatan
Kami berjalan membedah malam
Tiada rayuan dan selalu jarak aman

Sampai waktu terus berjalan
Sampai jarak yang memisahkan
Sampai bulan berganti tahunan

Ketika aku tidaklah sendiri
Sedang menapaki pulau seberang
Terdengar dering penantian
“katanya engkau menungguku….”

Begitu lemah penuh pengharapan
Sukmaku menerawang kelu
Tanpa mampu berucap pembelaan

Walau dulu tiada perjanjian
Namun rasa mengalahkan segala
Semoga semua jadi keabadian
Semoga semua jadi kebahagiaan

Kemana Lagi

Bukan hanya satu-dua kali
Langkah terjatuh dan terjatuh lagi
Sungguh derita tanpa sisa air mata
Karna habis bekukan rasa

Aku ingin mencari cahaya
Walau kutahu diri ini siapa
Aku ingin membangun cita-cita
Walau melangkah jauh dari mula

Kini energi mengumpul pasti
Aku tersenyum di sela duka
Diantara nasib orang buangan
Bersama senyum sang buah hati

Dalam ratap aku berbisik doa
Smoga cahaya merasuk sukma
Inginkan kembali bersama cinta
Sejati-NYA Pemilik Segala Rasa

Gersang

Aku adalah aku seorang
Menerjang bersama prinsip
Melangkah atas nama kebebasan

Sekian lama asyik dalam kesendirian
Terkadang sepi akan kebersamaan
Terkadang gersang kasih sayang

Kuingin cinta dengan gelora
Melepas segala penat yang ada
Kuingin kasih yang meneduhkan
Tuk redakan amarah nan menggunung

Inikah bulan menjadi awalan
Untuk berkaca pada semua nestapa
Untuk mengoreksi kekhilafan nurani
Tuhanku, berikan aku kesempatan itu….

Buah Hatiku disana

Mengais rizki nun jauh di sana
Menerawang sepi mengingat buah hati
Semua materi terasa kurang ini
Memanjat doa yang tiada jeda

Kadang aku merasa kosong
Tiada terkasih di samping peraduan
Sepi lahir menyiksa batin
Ingin kuterbang memeluk juwita

Aku mencoba tegar apa adanya
Memaknai langkah dengan semesta
Aku mencoba senyum kepada semua
Walau perih kadang menerpa

Wahai cinta di ujung benua
Ingin datang dalam setiap lelapku
Wahai rindu yang tertunda
Tunggulah aku memelukmu segera

Menebar Budi

Dalam diam, kutebar budi
Sebagai jalan tuk memberi
Kepada semua tanpa perduli
Itulah mimpi yang kini terbeli

Tapak masa lalu hadirkan kini
Mengais mimpi dari hari ke hari
Hingga jalan menanjak kini
Jadikan diri dalam sebuah posisi

Kini aku mengenal semua kasta
Ketika menguak jendela dunia maya
Betapa cinta kasih untuk semesta
Begitu wejangan guru bersahaja

Niat hati mencari saudara
Tanpa memandang dia siapa
Hanya kesucian hati syarat utama
Agar keberkahan tuk berbagi rasa

Kucing-Kucingku

Sepuluh hari menelusuri tanah kelahiran
Menjalankan sebuah budaya mulia
Selaraskan arus mudik dan arus balik
Tiada hitung waktu, tenaga dan beaya

Ketika kaki menapak di padepokan ini
Ketika bertiga kau datang siang ini
Aku terpana melihat perut kempesmu
Terbayang penyesalan dan kesedian

Sepuluh hari engkau makan dimana
Sementara para penghuni rumah mudik
Sepuluh hari engkau makan apa
Maafkan aku yang telah lupa

Andai engkau manusia
Tentu sudah kubekali semua
Dengan beras dan uang belanja

Tapi kau bukan manusia
Hanya pintu-pintu terkunci jadi saksi
Akan kalian yang mencoba bertahan
Akan kalian yang terlihat menderita

Puisi : Akhirnya Kumemilih

Terbuai figur nan mengesankan
Membuat batin mengharap asa
Harapan muncul tanpa terencana
Menyeruak dalam sebuah rasa

Berharap dalam kepastian janji
Tapi semua datang lalu pergi
Aku goyah terus menanti
Tanpa satupun terpenuhi

Kering air mata harapan
Langkah hilang sesekali
Kemana wahai tambatan hati
Kuingin kau teguhkan nurani

Kini kumenanti dengan langkah
Kini kumencari dengan ketegaran
Smoga terengkuh sebuah cita
Bersama sejatinya sebuah cinta