egoismesentris

Satu alasan saja, aku tidak mau menanggapi tantangannya. Ya, aku berusaha untuk menjaga perasaannya, jika dan hanya jika aku mengikuti ego ku, keinginanku, nafsu ku dan keras kepalaku, maka aku yakin itu semua akan berujung ke hal yang akan menjadi semakin tidak baik. tentu saja, orang yang hanya menonjolkan ego, maka akan mudah untuk “diserang” dan itu akan merugikan dirinya sendiri, dikarenakan publik akan menilai kita dari apa yang kita lakukan. Namun, alasanku sederhana saja, aku ingin menjaga perasaaannya.

apa itu sebenarnya Egoisme:

Qupte
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah “egois”
End Quote

Tentu saja dalam kehidupan kita ini, jika dalam bermasyarakat, berkomunitas jika kita tetap mempertahankan ego kita, maka komunitas itu akan memusuhi kita, ya dikarenakan sifat egoisme kita. Membentuk sebuah komunitas itu merupakan hal yang sangat susah, dan apalagi untuk mempertahankan serta menjaganya. Dan salah satu yang bisa menghancurkan ialah adanya Egoisme ini.

walaupun kadang apa yang saya rasakan itu sangat pahit, namun saya berusaha untuk selalu melihat diri saya sendiri, apakah memang benar jika aku harus berbuat seperti ini (sifat gol darah A :p), semua harus tersusun dan terencana dengan matang. Ketika keegoismean ini mulai mendekati saya untuk marah, kehilangan kontrol serta mengendalikan saya, maka saya akan cenderung untuk mematikannya, dengan kegiatan yang lain, seperti mencuci, makan makanan enak, atau sekedar window shoping di supermarket. Kalimat terakhir mungkin terdengar aneh, wiindow shoping di supermarket? Ya, saya sering berjalan mutar mutar diantara lorong2 etalase di Giant, Carefour ataupun Hypermart, berjalan dan terus berjalan sembari kadang tangan ini memegang dan menyentuh apa yang dipajang disana :D. itu saya.

nah bagaimanakah sih sebenarnya untuk mengontrol egoisme ini?

1. selalu  menyadari bahwa kita ini merupakan mahluk sosial, dimana kita senantiasa membutuhkan orang lain dalam kehidupan ini. jadi kalau kita senantiasa egois, dan disuatu saat kita memerlukan bantuan orang lain, maka akan banyak yang tidak akan membantu kita.

2. ketika kita berbeda pendapat, sebisa mungkin kita juga berusaha untuk menerima masukan dari orang lain, jadi janganlah mengagungkan pendapat kita sendiri, dalam artian ngeyel dimana nanti akan terjadi debat kusir yang tentu saja itu tidak baik.

3. Take and give, semua itu pasti ada siklus seperti ini.

4. berusaha untuk memahami bahwa kompetisi itu merupakan suatu hal yang sangat bagus untuk kemajuan kita, janganlah merasa rendah diri dan malu. jadi kan itu sebagai pelecut untuk maju.

Untuk Ibu

~untuk Ibu~

Tri H Sulistiyo

Sudah hampir separuh kehidupanku di dunia ini telah aku jalani, dan selama ini pula engkau selalu membimbingku, selalu mengingatkanku dan tidak lupa pula engkau tidak pernah lelah untuk senantiasa memanjatkan doa untuk anakmu ini. Aku tahu mungkin aku belum bisa untuk membahagiakanmu saat ini, aku masih saja kerap menyusahkanmu dengan semua tindakan-tindakan tololku. Namun, Ibu senantiasa sabar untuk tidak bosan-bosannya menyayangiku. Semua keluhku, semua kesahku senantiasa engkau bersedia untuk menampungnya, engkau selalu menyediakan semua waktumu bagiku.

Ibu, tidak terasa keriput sudah menghiasi wajahmu, sudah menjalar keseluruh kulit tubuhmu, tatapan mata mu pun semakin sayu, ku melihat ada selaput tipis yang mulai mengganggu penglihatanmu, genggaman tanganmu pun tidak sekuat sewaktu engkau merawatku dahulu. Semua itu telah berkurang dan akan terus berkurang. Ingin aku membawamu turut serta, namun engkau selalu bilang:

“ kamu harus fokus dengan semua jalanmu, biarlah ibu menikmati hari tua ini dengan berkebun, menanam bunga serta menikmati desa ini, desa dimana engkau dahulu menghabiskan masa kecilmu dengan bermain”

Setiap jejak langkah yang ada didesa itu menyimpan banyak sekali kenangan, kenangan yang sewaktu waktu akan menyeruak ke permukaan, jalanan, pepohonan serta rumah tua yang semakin lapuk dimakan jaman itu tetap akan menjadi saksi kenakalanku, kemanjaanku serta menemaniku tumbuh menjadi seorang pemuda seperti saat ini.

Ya aku bisa menjadi seperti saat ini, semua itu dikarenakan perjuangan ibu yang tidak pernah menyerah.

“le, ibu ora isa nyangoni koe bondho, ning isane ibu nyangoni koe ilmu, mangkane lehmu sekolah sek temenan, ben isa go dalan koe urio sesuk”

Aku dilahirkan dan dibesarkan dari keluarga guru, dimana ibu seorang guru akuntansi disebuah SMK negeri didesaku. Semenjak kecil didikan keras selalu engkau tanamkan kepadaku, mulai dari hal sederhana seperti mencuci piring, mencuci baju, membereskan kamar serta bangun pagi. Engkau pasti akan marah jika aku bangun setengah enam, engkau pasti akan membanting pintu jika aku belum juga bangun.

Mungkin dari hal kecil itulah bisa membentuk aku menjadi seorang yang mandiri, tidak tergantung kepada orang lain, dan bisa hidup dalam kondisi apapun. Selain hal itu masih banyak yang engkau ajarkan, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

“le, nek dadi uwong ki ojo dumeh karo ojo rumongso yo?”

Sebuah kalimat yang entah berapa ratus kali aku mendengar dari Beliau, dan hal itu sangat mengena bagiku, bisa memberiku sebuah rambu rambu untuk selalu berada dijalan yang “genah”.

Ibu, mungkin saat ini aku belum bisa membalas semua jasamu, aku mungkin baru bisa membelikanmu bakso, ataupun hal sepele lainnya. Dan engkau pun selalu bilang..

“Le, mbok duite iku dicelengi wae, ibu wes cukup kok, lah iki duit pensiun wae isa go maem karo go nyangoni ponakanmu”

Setiap kali aku memberi ibu bingkisan kecil dan setiap kali kata itu keluar. Namun aku tidak bisa, untuk berdiam diri saja, aku ingin membuatmu bahagia, aku ingin engkau bisa menikmati hari tuamu dengan pikiran yang tenang, aku ingin selalu melihat senyum itu terkembang dari mu Ibu. Ibu, entah satu atau dua tahun lagi bingkisan ini akan selesai, setidaknya aku bisa memberikanmu suatu bingkisan kecil untukmu, entah itu di 67 tahunmu atau di 68 tahunmu…

Ibu aku sayang kamu..

The Blame Game

Hari ini, fase engineering untuk proyek yang sedang saya kerjakan mulai masuk masa peak nya. Dimana semua haruslah tidak ada lagi perubahan major sehingga akan mengganggu progress. Namun, ada beberapa hal yang menurut saya menjadi sedikit persoalan yang muncul diantara sesama disiplin, yaitu fase salah mensalahkan. Kenapa? Selain dikarenakan jadwal, ada dari beberapa disiplin yang menghindar bahwa mereka itu lah yang salah dalam memberikan sebuah komen untuk sebuah drawing, dan ini tentu saja fatal akibatnya, bagi kami garis itu bisa bermakna banyak sekali, garis tebal, tipis, arsir maupun garis putus-putus. Maka penting bagi kami untuk bisa membaca garis gambar dengan benar.

++++

Fase salah mensalahkan itu pasti bisa muncul tidak hanya dalam sebuah proyek seperti yang saya temui, namun dari banyak sisi kehidupan yang kita jalani pastilah kita akan menemui hal ini.

Sebuah penelitian di University of Arkansas mengungkap, penyebab utama orang mengalami kelelahan otak adalah kurang tidur. Rasa kantuk bisa mengganggu koordinasi saraf, sehingga fungsi otak mengalami kemunduran yang sifatnya temporer atau sementara.

David Mastin, seorang profesor psikologi yang memimpin penelitian tersebut mengatakan kondisi itu merupakan salah satu efek samping yang ditimbulkan oleh rasa kantuk. Kelelahan otak saat mengantuk membuat orang mudah tersinggung, suasana hati gampang berubah dan suka protes.

“Dampak dari rasa kantuk sangat mengganggu, salah satunya karena membuat otak sulit membuat keputusan yang baik,” ungkap Prof Mastin dalam laporannya yang dimuat di jurnal SLEEP edisi pekan lalu seperti dikutip dari MSNBC, Rabu (20/7/2011).

Nah, selain itu menurut saya pribadi, orang yang pressurized akan cenderung untuk mencari aman, akan tetapi kalau dalam sebuah proyek, kita mempunyai sebuah bukti, maka bukti itu bisa untuk menggantung orang yang cenderung menyalahkan orang lain.

++++

moral of the story ialah: ketika dalam sebuah kegiatan apapun itu kemasannya, ingatlah untuk selalu menyertakan/ mencatat semua bukti supaya bisa memudahkan urusan kita dikemudian hari, dan kita akan aman jika memang kesalahan yang nanti timbul itu bukan karena kita.

Story of Dae Jang Geum

Acara buber kagama virtual di Resto Dae Jang Geum; Jl. Palagan Tentara Pelajar (Monjali) KM 8,5 baru saja selesai dilaksanakan.

Saya diampiri mb Arum yg sebelumnya njemput mb Bien. Sampai lokasi sudah ramai, ada mb Destina, ada mb Eka, ada mas Unggul, ada mb Ratih, ada mb Niken, ada mas Valdi, dan disusul mas Deni++, mas dokter Cahyono, bpk Prof BWS, dan ada bbrapa yg saya lupa namanya.

“mari berbuka”

“mba Dest dan mas Unggul”

Dari dunia maya, berkenalan serta bertegur sapa, dan akhirnya bisa ktm juga, seperti kata mb Bien, “kalo sudah kenal maka ketemu pun tidak canggung lagi”. Dan hal ini juga diamini pak prof BWS.

“Prof BWS”

Seperti yg sudah saya duga sebelumnya, banyak yg masih penasaran satu dg yg lain, dan itu sptnya memang sangat mengasyikkan. Kenapa?

Karena kita akan berusaha menebak dan membayangkan, spt apa sih orangnya, dan woala.. Ternyata lulusan gadjah mada itu, selain pinter2 tur rame ketika ngobrol bareng disebuah forum nyata. Lintas generasi, lintas budaya, namun semua dpt melebur dan tidak ada rasa canggung.

“Mas Dokter Cahyono”

Dengan meja resto yg memanjang, percakapan pun terbagi dua, mas dokter dg konsultasinya (kalo mau konsul sptnya mas dokter Cahyono akan dg senang hati melayani :D, dan ternyata umur beliau sebelas duwa belas dg saya :D)

Sementara disisi satu, pak BWS, sempat matur,”kalau saya yg ngajar itu tdk pernah ngitung absen”.

Soalnya ini diindikasikan dr pernyataan mas Deni yg hobinya nitip absen ;p, mendinglah mas, saya satu semester cuma masuk 2x saja Uts sama Uas.. 😀

“mas Deny sang pakar emas”

Acara pun ditutup sekitar pukul 20.00 an. Ya.. See U again in next lovely time.

“Pose dolo”

“see U a gen”

Bekerja di sebuah Pabrik

8tahun yang lalu saya menginjakkan Jakarta untuk pertama kali, bukan untuk bekerja namun magang kerja. Berangkat ke jakarta dengan mempergunakan kereta progo, untuk membelah keremangan serta suasana jogja yang mendung serta mulai untuk sebuah langkah awal perjalanan. Sampai senen, pukul 03.00 WIB, suasana masih gelap dan gulita, dalam bingung pun segera aku mengontak temanku yang kebetulan sudah bekerja di kota ini. Mungkin bagi anak desa seperti ku ini menginjakkan kaki di Ibu kota sendirian merupakan hal yang sangat baru dan tentu saja banyak rasa was was yg timbul, untuk menghilangkan rasa gugup serta biar tidak kelihatan seperti orang desa, aku segera membakar rokok kretek ku. ya kuhisap dalam2 sembari memegangi tas koper ku erat2. Ya, aku pikir ini sangat efektif untuk menutupi kegelisanku.
30 menit kemudian perasaan was2 itu lenyap, dikarenakan teman yang menjemput sudah terlihat.

saya melakukan kerja praktek di PT Astra Otoparts di jalan pegangsaan dua jakarta utara, dan kost di daerah kumuh sukapura. Ya, dengan modal uang dari rumah yang seadanya untuk bisa bertahan sebulan awal. Jarak antara kost dengan pabrik tempat saya magang kerja bisa ditempuh selama 30menit, tergantung macet atau tidak.

Pabrik, sebuah suasana yang tidak pernah ada dalam bayangan saya untuk kerja di tempat ini. Di pabrik ini diproduksi semua spare part kendaraan, seperti blok mesin, transmission case, cover mesin untuk semua kendaraan dengan berbagai merk, suzuki, toyota, honda, mitsubishi dll.

saya pernah membikin orang Jepang dari Suzuki marah2, dikarenakan hampir semua part hasil uji coba Dies baru itu mengalami crack 😀 (Dies= alat cetak). saya hanya ketawa saja, dalam hati tentunya. dan ternyata masalah memang ada pada perhitungan kecepatan tembak dari mesinnya serta letak dari over flow yang kurang pas, sehingga pada waktu pembekuan aluminium tidak sempurna.
(teknologi yang dipergunakan untuk mencetak logam aluminium cair ini ialah dengan mempergunakan proses “Die Casting High Pressure”)
alur proses nya: aluminium di cairkan(molten) –> dicetak dengan high pressure –> trimming –> machining –> painting

“die casting high pressure”

jadi untuk membikin spare part saja dalam satu menit bisa menghasilkan 1 bahkan 4 buah spare part, jadi wajar kalau jakarta banyak sekali motor serta mobil, lah mbikin nya cepet dan mudah :D.

selain mengerjakan proses2 casting di pabrik itu, saya juga mengejakan beberapa proyek kecil (sekitar 1M nilainya), yaitu sebuah proses asembly roda, jadi ketika dikirim ke pabrikan motor, mereka tinggal pasang ban komplit ke body motor. lumayan menguras pemikiran saya, dari desain sampai ngelas saya melakukannya. Proyek ini selesai bertepatan dengan saya selesai magang kerja. Dari sini, saya belajar banyak hal, termasuk sistem Kanban yang terkenal itu serta tahu TPS (Toyota Production System), menghitung cycle time sebuah proses, menganalisa masalah dengan metode fish bone diagram.

“Kanban”

“Fishbone”

namun, saya tidak mau jika harus bekerja di sebuah pabrik, ya pada waktu itu saya berpikir, saya tidak akan bekerja di pabrik, walaupun itu perusahaan besar sekelas astra ataupun yang lainnya. kenapa?
– lingkungan kerja yang cenderung monoton
– suasana kerja yang tidak pas dengan saya
– harus dengan seragam kerj
– mungkin bisa ditambahi ?

kira2, bagi teman2 yang bekerja di pabrik, entah pabrik otomotif, pabrik makanan, pabrik apapun, pernahkah berpikir untuk tidak kerja di pabrik? dan jika bisa nyaman, adakah resepnya untuk menikmati pabrik tempat kita bekerja itu.

ths

(ilustrasi foto diambil dari internet)

Kagama itu besar, namun …

Baru saja acara buka bersama di kementrian Pekerjaan Umum telah selesai dilaksanakan. Ramai itu pasti, dan acara Buka bersamanya sukses dilaksanakan. Adapun sambutan dilakukan oleh bapak Prof BWS, namun acara kurang komplit dikarenakan Bpk Djoko Kirmanto sedang ada acara di luar, jadi tidak bisa hadir.

“Prof BWS”

Terus terang saya sendiri bingung mau nulis apa dan apakah yang harus saya tulis. Mungkin bisa dimulai dari ketika saya menginjakkan PU, dimana sudah banyak sekali alumni yang datang, terus melakukan dan mengisi daftar hadir.
Secara garis besar, susunan acaranya yaitu:
datang –> isi daftar hadir –> duduk ndegerin ceramah –> buka puasa. Done, ya it done. Sangatlah sederhana untuk sekelas Gadjah Mada. Terus apa yang saya dapat? Nothing.

Kebanyakan dari peserta Buber yang saya amati, mereka cenderung untuk membentuk kelompok yang mereka kenal, ya itu pastilah, namun setidaknya ketika ada acara kumpul seperti ini apapun itu kemasannya, diharapakan ada satu atau dua manfaat yang bisa kita dapatkan. Dan atau mungkin bisa disisipkan agenda untuk lebih memberdayakan alumni, tidak hanya sebatas makan terus pulang. Saya juga sempat berbicara dengan teman2 yang lebih muda dari saya, dan kebanyakan dari mereka menjawab hal yang sama, kurang mengena.

“ramai”

Kenapa sih sekelas UGM tidak bisa merangkul semua alumni nya? Kenapa tidak bisa mengembangkan potensi lebih dari hanya sekedar kumpul2 dan temu kangen? Mungkin bagi mereka yang sudah termasuk generasi senior, hal itu bermanfaat, tapi bagi yang masih muda, its nothing and no meaning.

Acara buber seperti ini sudah beberapa kali dilaksanakan dan setiap tahun selalu sama dan sama. Saya belum pernah mendengar sebuah terobosan yang nyata (atau mungkin saya yang kuper, jadi tidak mengetahui kegiatan kagama).

Walaupun demikian, setidaknya dari sedikit alumni yang tergabung di milis ini, bisa memberikan kontribusi yang nyata untuk pemberdayaan almamater dan semoga bisa merangkul lebih banyak lagi untuk lebih menggalang kesolidan kagama.

“Branding KV”

Ya, teman2 di milis ini sudah beberapa langkah lebih maju dan semoga bisa lebih membawa energi positif dan serta bisa menanggalkan ego masing-masing untuk membuat alumni ini lebih terdengar lagi.

“kita”

“kami”

semoga tulisan dengan sedikit oto kritik ini membawa kebaikan untuk almamater kita. (ths)

 

Bukan Mak Joki

Mak Jogi, sebuah hikayat akar Melayu.

“Pengantar Cerita”

Beberapa waktu yang lalu, bersama mba Aroem dan dua temannya, serta ditambah 2 bule dari Canada, kami menonton Hikayat melayu dalam rangka Indonesia Kita. Banyak kearifan, kebijakan, dan nilai-nilai lain yang memuliakan kehidupan tertuang dalam syair syair. Berupa pantun maupun Gurindam. Didendangkan maupun dikisahkan. Continue reading

Berusaha Memahaminya

Saya bukanlah seorang psikolog, maupun sarjana psikologi, Namun saya sering dimintai pendapat oleh teman2 saya mengenai masalah yang berhubungan dengan dunia psikologi. Mulai dari masalah yang teramat sangat sederhana sampai masalah yang lumayan berat dan membutuhkan suatu analisis yang sangat mendalam.

Disini saya akan sedikit mengupas sisi kecil dari problema teman, yang pernah singgah dan mengisi didalam kamus saya.  Saya ingin memaparkan yang termasuk dalam kategori sangat sederhana saja terlebih dahulu, dan akan saya jabarkan cerita itu secara sederhana, dibumbui dengan sedikit ilmu “psikologi” yang saya dapatkan dari pembelajaran hidup saya pribadi serta disokong dari beberapa literature praktis yang pernah saya baca. Continue reading

Aku tidak dilahirkan Jenius

Sering kali aku berkhayal dan berandai-andai, bahwasanya aku dilahirkan sebagai seorang anak indigo, anak yang mempunyai berbagai kelebihan, serta mempunyai kecerdasan diatas rata-rata. Berkhayal aku sedang memenangkan olimpiade matematika, seperti anak muda jenius di salah satu SMA di daerah Bogor ataupun hanya seperti temanku yang dikaruniai kecerdasan luar biasa, dimana selalu menjadi bintang dimanapun dia bersekolah. Mungkin hal ini terdengar sangat gila dan menguras semua energi yang ada. Kenapa aku tidak menyalurkan energi itu menjadi suatu hal yang bisa sangat berguna. Hanya ada khayalan dan terus berkhayal.

Aku dengan sedikit kelebihan yang aku punyai, dimana banyak kekurangan yang Continue reading

Saya belum mau jd PNS

Kenapa saya blm berminat menjadi PNS? Kalau ditelusuri lebih dalam, hal ini mungkin dikarenakan Pisu maupun Bapakku seorang PNS. Pisu sebagai seorang guru SMK negeri dan bapak sebagai pegawai kecil di pegadaian.

Dolo saya sering kali makan dg beras kupon (beras jatah bulanan guru, yg kalau dimasak hasilnya akan sangat keras n kurang enak)

“bu, ndengaren segane enak?”

Entah berapa bulan sekali saya baru bisa ngrasain beras enak.

Ya, mungkin dari sepenggal narasi diatas menyebabkan saya belum mau menjadi PNS. (sebenarnya masih banyak hal lain)

Selain itu, saya mungkin sudah terbiasa berlari dan terus berlari. Menguji mental menguji nyali. Tidak hanya menghadapi orang lokal saja namun multi negara. Hidup akan lebih banyak warna banyak cerita serta kaya akan makna.

Ya sekali lagi saya hanya ingin hidup saya lebih baik dari Pisu dan Bapak saya. Tidak lupa pula membahagiakan mereka.

Dan anak dusun ini ingin sekali mencoba “menggenggam” dunia ke dalam kaca mata nya.

-Senja Utama Jogja 13 may 2011-